Nikah muda kini menjadi fenomena yang semakin diterima oleh masyarakat modern. Dalam beberapa kasus, keputusan untuk menikah di usia muda seringkali dilihat sebagai langkah yang membawa kesempatan untuk tumbuh dan berkembang bersama pasangan. Namun, dari sudut pandang pendidikan, pernikahan di usia muda menghadirkan tantangan tersendiri yang perlu dipertimbangkan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 33,76% pemuda Indonesia mencatatkan usia kawin pertamanya di rentang 19-21 tahun pada 2022, dan 19,24% pemuda menikah pertama kali di usia 16-18 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar generasi muda memasuki pernikahan di usia yang bersamaan dengan masa studi mereka, baik di pendidikan formal maupun non-formal.
Dalam dunia pendidikan, kesiapan mental dan emosional menjadi aspek penting yang harus dikembangkan seiring proses belajar. Namun, ketika pernikahan terjadi di usia yang masih sangat muda, sering kali tanggung jawab keluarga dan pendidikan saling bertabrakan. Banyak pasangan muda yang harus membagi perhatian antara kewajiban rumah tangga dan komitmen untuk melanjutkan studi atau meraih gelar.
Di sisi lain, peningkatan akses pendidikan di kalangan generasi muda juga menjadi faktor penting dalam kesiapan mereka untuk menikah lebih awal. Semakin banyak pemuda yang telah meraih pendidikan lebih tinggi, membuat mereka lebih mandiri secara finansial dan mampu menghadapi tantangan hidup berkeluarga. Dengan bekal pendidikan yang memadai, pasangan muda juga cenderung lebih siap menghadapi masalah rumah tangga dan memiliki keterampilan komunikasi yang lebih baik.
Namun, pendidikan formal sering kali belum mampu memberikan bekal yang cukup untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi kompleksitas kehidupan pernikahan. Meskipun mereka mungkin telah mencapai tingkat pendidikan akademis yang tinggi, banyak pasangan muda yang tetap menemui tantangan ketika harus mengelola hubungan jangka panjang. Kesiapan emosional dan kemampuan berkomunikasi sering kali tidak sejalan dengan tingkat pendidikan formal yang dimiliki.
Dalam banyak kasus, pasangan muda terjebak dalam dinamika pernikahan yang penuh dengan tuntutan emosional, ekspektasi sosial, dan tekanan finansial yang berat. Ketidakmatangan dalam menghadapi konflik, ketidakstabilan emosi, serta ketidakpastian masa depan karier menjadi beberapa faktor yang kerap memicu gesekan dalam hubungan.
Pada akhirnya, pendidikan memainkan peran penting dalam memastikan bahwa pasangan muda yang memilih menikah dapat tetap melanjutkan perkembangan diri mereka secara optimal. Dengan bimbingan yang tepat, nikah muda bisa menjadi langkah yang membawa kebahagiaan sekaligus kesempatan untuk tetap berkembang baik di bidang keluarga maupun karier. Meskipun akses pendidikan dan karier semakin terbuka, kemampuan untuk mengelola kehidupan pernikahan tetap membutuhkan pendekatan yang lebih mendalam dari sekadar pencapaian akademis.
Penulis: Nabila
Editor: Nazna