BerandaSuara MahasiswaopiniSiapa Pemenang PUM 2022?

Siapa Pemenang PUM 2022?

Kontestan politik dari kemarin sudah berkeliling mengampanyekan diri sebagai Capres dan Cawapres, semuanya saling melemparkan ke “aku-akuan”. Segudang rekam jejak di tonjolkan agar lebih dilihat “Wah”.

Hanya sebatas itulah pertandingan politik, dari mulai kampanye serta debat kandidat tidak berbeda jauh, tak ada gagasan baru yang bisa kita ukur sejauh mana pikiran dan gagasanya. Dan yakin bahwa Dema ke depan akan menjadi seperti dahulu-dahulu dan begitu-begitu saja.

Tentu, jika dilihat secara warna, pertandingan PUM ini sedikit hidup dinamikanya dibandingkan dengan yang sebelumnya. Ada pepatah “jikalau tidak berada-ada, masakan tempua bersarang rendah,” kalau tidak ada sebab, tidak akan melakukan yang luar biasa, jika ada maksud hal-hal yang tidak mampu dilakukan akan diupayakan agar tercapai.

Tentulah ini cerminan politik kita, warna yang terlihat dalam politik kita, pasangan calon nomor urut 1 dari HMI, nomor 2 dari barisan independen dan nomor 3 dari PMII. Tentu kita akan mengukur dan menghitung kekuatan yang masing-masing dimiliki, basis massa menjadi kekuatan utama bagi para calon, pertarungan HMI dan PMII memang sering terjadi dan digambarkan sebagai rival PUM setiap saat, No 2 yang katanya independen tentu menjadi pemecah suara dalam pengkotakan politik kita.

Suara dimanakah yang akan kita temukan paling banyak suaranya? di Febi? Tarbiyah? Syariah? akar rumput yang partisipasinya lumayan tinggi ada di Syariah dan Febi. Ini dipengaruhi dengan latar belakang organisasi dan politik, kalau dilihat secara lebih detail latar belakang yang menguntungkan secara sisi elektabilitas Azi pemegangnya, dibandingkan dengan Suryadi dan Sobirin.

Elektabilitas saja tidak cukup menjadi penentu, ada hal lain yang perlu di perhatikan, “pengaruh”, tentu kekuatan pengaruh anak emas tercium sejak dini, siapa dan kenapah? Tentu jawabanya ada di balik kertas ituh. Apakah PMII akan kalah? Sebagai pemegang kasta berturut-turut sebagai pemenang PUM? Ini yang dinanti, bagaimana taktik PMII belum bisa ada yang mengalahkan.

Kesuksesan PUM bukan hanya milik para calon pemenang. Tapi juga milik penyelanggara: KPU, Bawaslu, dan Badko, menjadi faktor penentu dalam menciptakan pemilu. Siapa yang akan menjamin kalau PUM seberantakan PUM 2019? 2020? 2021? tentu kita akan menunjuk ketua dari tiga lembaga yang terlibat itu untuk bertanggungjawab dalam pensuksesan PUM. Pemimpin yang berkualitas hasil dari pada pemilihan yang berkualitas dan terhormat.

Siapa yang bisa menentukan pemenang PUM 2022,? Tentu mahasiswa, mahasiswa seperti apa yang bisa menentukan pemenangnya, yang pasti bukan dari mahasiswa yang terafiliasi dengan organisasi pengusung calon, pemilih yang tanpa dasar adalah suara kebohongan, memilih ditentukan oleh pikiran dan hati, tidak ditentukan oleh afiliasi, apalagi atas perintah kanda, bung, sahabati, dan senior, pemilih yang memilih dengan tanpa maksud dia ikut serta bagian dalam membuat stagnasi perkembangan politik kampus kita hari ini.

Tentu hal yang baik untuk perkembangan dan kemajuan politik kita akan mendukungnya, menjadi banyak kemunduran jika hari ini mahasiswa tidak mengenali bentuk dari pada politik kampus kita. Tapi harap di maklum, trias politika di kampus belum pantas disebut ada karena hanya baru ada 2 lembaga.

Saya mendorong untuk membuat mahkamah mahasiswa sebagai bentuk lembaga yudikatif di dalam kampus kita, kalau tidak mampu menciptakan soal itu, kita hapus saja soal SEMA DEMA, kita buat lembaga dewan mahasiswa, yang mana kepentinganya bukan lagi berbicara mahasiswa tapi rakyat, dimana counter attacknya adalah negara, mahasiswa perlu berbuat jauh lebih besar, sisi dari kepentingan yang lebih maju dan kekritisan kita sebagai identitas mahasiswa.

Kita kembali, Berbicara lebih buruk soal PUM, kita akan menebak siapa yang akan menggugat? Pihak yang kalah akan menggugat dengan beberapa hal yang tidak sesuai dengan aturan, kita akan tahu dinamika yang akan terjadi.

Akan sia-sia pikiran dan tenaga yang kita keluarkan jika terbukti pemimpin yang kita lahirkan, pemimpin yang tidak bertanggung jawab, dalam menjalankan fungsi dan peranya dengan baik. Yang kita ingin pemimpin yang jujur dan mendengar pada keluhan mahasiswa, yang bergerak dengan hati dan pikiranya bukan untuk kepentingan untuk hidup dirinya sendiri.

 

Penulis: Ahmad Khudori

- Advertisment -

BACA JUGA