BerandaKhazanahHukum Pembuatan Panjang Dalam Perayaan Maulid Nabi Menurut Syariat Islam

Hukum Pembuatan Panjang Dalam Perayaan Maulid Nabi Menurut Syariat Islam

Menyambut bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW yakni bulan robiul awal (dalam kalender Islam), merupakan salah satu momen yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam di dunia. Setiap memasuki bulan tersebut,umat muslim akan berbondong-bondong untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad karena dianggap momen sakral untuk menilik ulang sejarah perjuangan Rasulullah SAW.

Di berbagai wilayah, umat muslim dalam menyambut kelahiran Rosulullah SAW bermacam-macam, salah satunya di wilayah Provinsi Banten, masyarakatnya memeriahkan kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan cara mengadakan perayaan panjang maulid.

Panjang maulid merupakan tradisi perayaan keagamaan (maulid Nabi) khas dari masyarakat Banten khusunya Kota Serang. Panjang diartikan sebagai miniatur yang dibuat dari rangkaian bambu ataupun kayu, sehingga berbentuk bangunan atau yang lainnya. sedangkan maulid berasal dari kata walida yang berarti “kelahiran”.  

Konon, sebagian besar masyarakat kota Serang meyakini bahwa dengan membuat panjang maulid sama dengan bersedekah, karena pada akhir acara isi panjang (miniatur yang dihias) yang bermacam-macam itu akan dibagikan pada banyak orang. Tidak heran jika banyak masyarakat yang membuat panjang hingga menghabiskan puluhan juta rupiah, karena mereka meyakini rezeki yang dikeluarkan atau disedekahkan akan kembali dengan jumlah lebih besar.

Hal yang menarik dalam pembuatan Panjang, biasanya masyarakat membuat kreatifitas berupa miniatur kapal, masjid, ka’bah, dan lain-lain. Namun dari pembuatan Panjang maulid ini, ada juga yang membuat miniatur menyerupai bentuk makhluk bernyawa seperti manusia, hewan, siluman dan lain sebagainya. Hal ini membuat banyak pertanyaan di kalangan masyarakat luas, apakah pembuatan miniatur tersebut dalam perayaan Maulid Nabi diperbolehkan?

Menurut pandangan berbagai ulama, pembuatan panjang diperbolehkan selama tidak menyimpang dari syariat Islam. Dalam hal ini, salah satu tokoh agama di daerah Serang, Yunus ikut menanggapi ihwal pembuatan Panjang yang menyerupai makhluk bernyawa.

“Sebenarnya benda apapun yang dibentuk menyerupai makhluk bernyawa hukumnya adalah haram, karena kalau begitu apa bedanya dengan umat yang membuat patung berhala kemudian di sembah,” ucapnya. (06/11)

Pendapat Para Ulama 4 Madzhab Mengenai Tradisi Perayaan Maulid

Hukum melaksanakan maulid nabi mendapatkan berbagai pandangan dari berbagai kalangan ulama, disini penulis akan merangkum beberapa pendapat ulama’ dari 4 madzhab mengenai tradisi tahunan tersebut.

Al-Imam al-Suyuthi dari kalangan ulama’ Syafi’iyyah mengatakan:

“Perayaan maulid termasuk bid’ah hasanah, pelakunya mendapat pahala. Sebab di dalamnya terdapat sisi mengagungkan derajat Nabi SAW dan menampakan kegembiraan dengan waktu dilahirkannya Rasulullah SAW”.

Dari kalangan Hanafiyyah, Syaikh Ibnu ‘Abidin mengatakan:

“Ketahuilah bahwa salah satu bid’ah yang terpuji adalah perayaan maulid Nabi pada bulan dilahirkan Rasulullah Muhammad SAW.

Al-Imam Ibnu al-Haj ulama’ dari kalangan madzhab Maliki mengatakan:  

“Tidaklah suatu rumah atau tempat yang di dalamnya dibacakan maulid Nabi SAW, kecuali malaikat mengelilingi penghuni tempat tersebut dan Allah memberi mereka limpahan rahmat dan keridhoan”.  

Al-Imam Ibnu Taimiyyah dari kalangan madzhab Hambali mengatakan :

“Mengagungkan maulid Nabi dan menjadikannya sebagai hari raya telah dilakukan oleh sebagian manusia dan mereka mendapat pahala besar atas tradisi tersebut, karena niat baiknya dan karena telah mengagungkan Rasulullah Saw”.  

Penjelasan disarikan dari Syekh Yusuf Khathar Muhammad, al-Mausu’ah al-Yusufiyyah, juz. 1, halaman 407.

Dari beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi merayakan maulid Nabi SAW merupakan bid’ah hasanah (disunahkan), meski tidak pernah dilakukan pada zaman Nabi SAW, karena di dalamnya terdapat sisi mengagungkan dan kecintaan kepada Rasulullah SAW.

Selain itu, didalam peringatan maulid Nabi terdapat kegiatan memberi makan orang yang membutuhkan tanpa didasari perbuatan berdosa. Kegiatan semacam ini termasuk salah satu amalan kebaikan. (Mg.Febi/Dani/SiGMA)

- Advertisment -

BACA JUGA