Seringkali kita mendengar kasus pelecehan seksual yang banyak terjadi di negara ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melaporkan ada 797 anak yang menjadi kasus pelecehan seksual sepanjang Januari 2022 (Dilansir dalam Kompas.com), tak terkecuali dalam ranah universitas.
Perempuan yang dianggap menjadi kaum yang lemah mengakibatkan laki-laki dengan mudahnya melecehkan kaum perempuan, akan tetapi banyak juga yang terjadi ketika kaum perempuan yang menjadi korban namun merekalah yang disalahkan.
Ada istilah “Tidak akan ada asap jika tidak ada api”, kata mereka yang menyalahkan “Salah perempuan karena memakai pakaian terbuka sehingga mengakibatkan laki-laki tergoda, salah perempuan kenapa mereka tidak melawan ketika laki-laki melecehkan”.
Mari kita analisis dengan seksama. Dalam kasus pelecehan banyak sekali perempuan menjadi korban, akan tetapi apakah korban pelecehan seksual selalu dari mereka yang memakai pakaian terbuka saja? Jawabannya tentu tidak, banyak juga korban pelecehan seksual ini terdapat pada perempuan yang memakai pakaian tertutup bahkan memakai hijab.
Artinya dalam hal ini pelecehan seksual bisa terjadi bukan karena apa yang mereka pakai akan tetapi karena laki-laki tersebut meluapkan nafsu nya pada siapa saja yang dianggapnya lemah. Apakah ketika ada yang melecehkan, kaum perempuan akan diam saja? Tentu tidak, mereka akan berusaha untuk melawan, namun ketika kita bandingkan tenaga perempuan dengan tenaga laki-laki tentu sangatlah tidak sepadan, perlawanan yang perempuan upayakan seringkali gagal karena tenaga laki-laki lebih kuat dibanding tenaga perempuan.
Dalam ranah universitas seringkali ditemukan pelecehan seksual, entah dosen dengan mahasiswa, ataupun mahasiswa dengan mahasiswa. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berita pelecehan di berbagai Universitas negeri maupun swasta. Dengan berbagai alasan tak jarang juga para pelaku pelecehan mengatakan bahwa itu merupakan suatu bentuk “candaan”, padahal dengan alasan apapun pelecehan seksual sangat tidak dibenarkan.
Dan dalam hal ini tidak sedikit korban menutup mulut mereka, memilih untuk tidak berbicara pada siapapun karena merasa takut jika perempuan lah yang akan disalahkan. Sayangnya hal tersebut seringkali dianggap aib yang akan merusak citra baik kampus, tidak sedikit laporan berakhir damai atau pelaporan berakhir diabaikan. Fakta tersebut tentu cukup miris, dimana Universitas sebagai pusat peradaban harusnya menunjukkan perannya.
Lalu apa yang seharusnya dilakukan untuk penyelesaian dan penjegahan pelecehan seksual dalam ranah universitas? Disini tentu semua elemen harus bekerja sama, baik pengelola perguruan tinggi maupun mahasiswa harus sama-sama mengupayakan agar tidak terjadinya pelecehan seksual. Bagi pengelola perguruan tinggi harus mengikuti prinsip-prinsip pencegahan pelecehan seksual di kampus dengan menyediakan sarana dan prasarana memadai, menyediakan mekanisme pengaduan dan pelaporan yang tidak menyudutkan korban, dan memberikan sanksi yang seadil-adilnya terhadap pelaku pelecehan.
Adapun upaya bagi mahasiswa yaitu menjaga moralitas, menunjukan sikap atau perilaku yang baik, dan tidak tinggal diam. Kolaborasi bersama akan menciptakan keberhasilan dalam upaya pencegahan pelecehan seksual dalam ranah universitas ini, dimana segenap pihak harus turut menciptakan budaya akademik yang terbebas dari pelecehan dan diskriminasi terhadap gender tertentu di kampus agar kampus menjadi tempat yang aman, sehingga terciptanya Universitas yang bebas dari pelecehan seksual.