Beranda blog Halaman 2

Membangun Media Kreatif, LPM SiGMA Adakan Pelatihan Jurnalistik dan Broadcasting 2025

0

Serang, lpmsigma.com – Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Sarana Informasi Gema Mahasiswa (SiGMA) Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin (UIN SMH) Banten, kembali menggelar Pelatihan Jurnalistik dan Broadcasting (PJB) se-Banten pada 23–25 Mei 2025. Kegiatan tahunan ini diikuti oleh 64 peserta dari berbagai jurusan dan kampus di Banten, dengan mengusung tema “Sinergi Kata dan Suara, Membangun Generasi Media yang Kritis, Kreatif, dan Kolaboratif.”

Najib, Pimpinan Umum LPM SiGMA, menegaskan pentingnya menjaga sentuhan personal dalam dunia kepenulisan, meski teknologi semakin canggih. Ia berharap peserta tetap menulis secara manual agar karya yang dihasilkan memiliki ciri khas dan tidak bergantung sepenuhnya pada kecerdasan buatan.

“Di acara PJB kali ini, kami mendorong peserta untuk menulis secara manual, tidak bergantung pada teknologi robot, supaya ada karakter dari tulisan itu sendiri,” ujarnya.

Senada dengan itu, Ketua Pelaksana Ikrar Wiratama menjelaskan bahwa pelatihan ini menjadi ruang bagi peserta untuk mengembangkan kemampuan mereka, khususnya dalam bidang jurnalistik, yang selama ini belum memiliki tempat untuk diasah secara optimal.

“Tujuan acara ini adalah membuka peluang bagi peserta untuk mengembangkan keterampilan mereka, karena banyak dari mereka yang punya potensi tapi belum menemukan wadah yang tepat,” jelasnya.

Ia juga menambahkan bahwa melalui PJB, LPM SiGMA ingin menjadi jembatan bagi para peserta dalam mengasah minat dan bakat mereka di dunia jurnalistik.

“Kami mengadakan PJB ini sebagai wadah untuk mengembangkan kemampuan dan minat peserta di bidang jurnalistik,” tutupnya.

Reporter: Ayunda
Editor: Enjat

38 Senator Memberikan Pertimbangan Kualifikasi Kepada Calon Rektor Secara Tertutup

0

Serang, lpmsigma.com – 38 Senator Universitas Islam Negri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten, memberikan pertimbangan kualitatif kepada Calon Rektor periode 2025-2029 secara tertutup, bertempat di ruang Senat.

Masykur, selaku ketua pelaksana penjaringan rektor menyampaikan, bahwa acara ini dipimpin oleh 38 Senator UIN SMH Banten, untuk memberikan Pertimbangan Kualitatif kepada calon rektor periode 2025-2029, acara ini pula dilaksanakan secara tertutup sesuai dengan regulasi yang ada. bahwa rapat Senat dilaksanakan secara rahasia dan bertanggung jawab.

“Pertimbangan kualitatif ini di lakukan oleh 38 senator dan di lakukan secara tertutup, rahasia dan bertanggung jawab sesuai dengan regulasi,” ujarnya (22/05).

Ia juga menyampaikan, bahwa para calon rektor diberi waktu untuk memaparkan visi dan misi program kerja selama 10 menit, kemudian langsung pemberian pertimbangan kualitatif oleh seluruh Senator yang hadir pada lembar yang telah disediakan dan sesuai dengan regulasi yang ada.

“Para calon rektor memaparkan visi misi dan program kerja selama sepuluh menit secara berurutan sesuai dengan abjad, kemudian langsung pemberian pertimbangan oleh seluruh senator,” katanya.

Masykur juga menambahkan, bahwa hasil pertimbangan kualitatif ini akan diserahkan kepada Rektor UIN SMH Banten dari Ketua Senat. Yang selanjutnya, Rektor akan mengirim hasil pertimbangan kualitatif dan dokumen administratif Calon Rektor kepada Menteri Agama RI.

“Setelah melakukan pertimbangan kualitatif, hasil pertimbangan tersebut diserahkan kepada Menteri Agama RI,” tutupnya.

Reporter: Enjat

Dorong Ekonomi Digital Kampus, BI dan BSI Gaungkan Transaksi Inklusif lewat QRIS

0

Serang, lpmsigma.com– Bank Indonesia (BI) bersama Bank Syariah Indonesia (BSI) gaungkan transaksi inklusif melakukan sosialisasi pemanfaatan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS)
dengan mengusung tema “Pengembangan dan Perluasan Penggunaan Merchant QRIS Bagi Mahasiswa dan Pelaku Usaha di Lingkungan Kampus UIN SMH Banten” bertempat di Auditorium Rektorat Lantai Tiga, Rabu (21/05).

Dalam sambutannya, Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Banten, Ameriza M. Moesa, menekankan komitmen BI dalam mendorong transformasi perluasan digital di lingkungan perguruan tinggi terutama pada zona kantin Kuliner Halal Aman Sehat (KHAS).

“Kami berkomitmen untuk memperluas ekosistem digitalisasi transaksi, terutama melalui penciptaan kantin KHAS, perluasan jaringan internet di lingkungan kampus, serta edukasi dan sosialisasi digital melalui program seperti KKN tematik bersama QRIS,” ungkapnya.

Turut hadir sebagai narasumber, Claudia Hapsari Priyono dari Bank Indonesia menjelaskan jenis-jenis transaksi dalam QRIS serta perkembangan fitur yang telah dikembangkan. Ia menekankan bahwa kehadiran QRIS sejak masa pandemi telah membantu pelaku usaha terhindar dari risiko transaksi tunai, seperti peredaran uang palsu, dan menjadi solusi pemulihan ekonomi.

“QRIS hadir di tengah pandemi dan terbukti menjadi solusi penting untuk menjaga perekonomian serta menghindarkan UMKM dari kerugian akibat risiko uang palsu dalam transaksi tunai,” jelasnya.

Selain itu, Ade Gunawan selaku Merchant Acquisition & Promotion Team Leader dari BSI menyoroti peran BSI sebagai Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dalam mendukung pelaku usaha kampus juga menjelaskan, bahwasanya fitur pada mesin EDC dapat membantu pelaku usaha memantau pencatatan transaksi agar selaras dengan uang yang diterima, mendukung efisiensi bisnis, serta mengedukasi dalam pengelolaan keuangan.

“Kami membantu pemilik usaha untuk memeriksa rekam transaksi agar tidak terjadi ketidakseimbangan antara uang masuk dan transaksi yang tercatat, melalui berbagai program layanan di BSI,” tuturnya.

Sebagai informasi, UIN SMH Banten merupakan perguruan tinggi yang berstatus Badan Layanan Umum (BLU). Kampus ini memiliki berbagai unit usaha yang dikelola untuk meningkatkan pendapatan non-SPP demi menunjang pengembangan fasilitas akademik. Oleh karena itu, digitalisasi sistem transaksi seperti QRIS dinilai sangat sejalan dengan arah kebijakan pengelolaan kampus, terutama dalam mendorong efisiensi dan transparansi keuangan.

Acara ini juga menjadi momentum awal kerja sama antara Bank Indonesia dan UIN SMH Banten dalam penguatan ekosistem ekonomi digital kampus. Kesepakatan tersebut disahkan secara simbolis oleh Wakil Rektor III, Prof. Dr. H. Hidayatullah, M.Pd. sebagai bentuk dukungan terhadap pengembangan transaksi nontunai yang inklusif dan berkelanjutan.

Reporter : Naila
Editor : Lydia

Azzam Fatoni sebagai Mahasiswa HTN Pertama dengan Lulus Non-Skripsi

0

Serang, lpmsigma.com – Jurusan Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten, mencatat sejarah baru dengan meluluskan mahasiswa melalui tugas akhir non-skripsi berupa jurnal ilmiah, Selasa (20/05).

Azzam, mengungkapkan rasa bangganya atas capaian yang di raih, sebagai orang pertama mahasiswa HTN yang lulus tanpa skripsi.

“Saya senang karena bisa menjadi orang pertama sebagai mahasiswa HTN yang lulus non-skripsi,” ujarnya.

Ia juga menambahkan, bahwa pencapaian ini merupakan respon terhadap perkembangan dunia akademik yang terus berubah.

“Ini sebagai masukan, yang artinya akademik harus lebih responsif terhadap berbagai macam perkembangan yang ada, karena pendidikan hadir untuk menjawab permasalahan,” tutupnya.

Di sisi lain, Atu Karomah sebagai Ketua Jurusan HTN, menyampaikan apresiasinya kepada Azzam atas prestasi yang diraih. Ia menegaskan bahwa baik skripsi maupun jurnal adalah bentuk karya ilmiah yang memiliki bobot akademik yang sama.

“Hal ini menjadi sebuah prestasi, meskipun pada dasarnya jurnal ataupun skripsi pengambilan datanya tidak jauh berbeda. Keduanya merupakan karya tulis ilmiah,” ungkapnya.

Ia juga berpesan kepada seluruh mahasiswa akhir jurusan HTN, agar memiliki komitmen kuat dalam menyelesaikan tugas akhirnya.

“Mahasiswa akhir harus memiliki ambisi dalam menyelesaikan tugas akhirnya karena lama atau tidaknya pembuatan tugas akhir tergantung pada mahasiswanya. Setinggi apa pun nilai akademiknya, jika tugas akhir tidak diselesaikan maka akan menghambat proses wisuda,” tutupnya.

Reporter: Nabila Alsabila

UIN Banten Buka Program Studi Baru, Peluang Belajar Lebih Luas

0

UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten adalah salah satu perguruan tinggi keagamaan Islam Negeri, yang terus menunjukkan komitmennya dalam menjawab tantangan zaman. Meski memiliki akar kuat pada studi keislaman, UIN SMH Banten tak pernah berhenti berinovasi. Salah satu langkah terbarunya adalah membuka program studi baru yang lebih beragam dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini.

Kini, UIN SMH Banten resmi menghadirkan tiga program studi baru yang langsung menarik minat banyak calon mahasiswa, yaitu Manajemen Haji dan Umrah, Informatika, serta Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam.

1. Manajemen Haji dan Umrah

Program studi ini, berada di bawah naungan Fakultas Dakwah dan lahir sebagai jawaban atas kebutuhan tenaga profesional dalam pengelolaan ibadah haji dan umrah, khususnya di wilayah Banten.

Dengan izin resmi dari Kementerian Agama RI (SK No. 1530 Tahun 2024), mahasiswa akan mendalami berbagai aspek, mulai dari kebijakan pemerintah, pelayanan jamaah, hingga manajemen biro perjalanan.

Lulusan jurusan ini punya peluang besar dalam berkarier di biro travel haji dan umrah, instansi pemerintah seperti Kementerian Agama, lembaga pelatihan ibadah, maupun sebagai konsultan layanan ibadah.

2. Informatika

Program Studi Informatika yang berada di bawah naungan Fakultas Sains, diresmikan melalui SK MENDIKBUDRISTEK RI No. 400/E/0/2023.

Mahasiswa Informatika akan belajar tentang pemrograman, sistem informasi, hingga kecerdasan buatan, dengan tetap mengedepankan integrasi nilai-nilai Islam dalam setiap mata kuliah.

Prospek kerja lulusan Informatika sangat luas, mulai dari programmer, data analyst, IT support, software developer, hingga technopreneur yang siap bersaing di era digital.

3. Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam

Jurusan ini berada di bawah naungan Fakultas Ushuluddin dan Adab, menggabungkan ilmu perpustakaan modern dengan nilai-nilai keislaman. Mahasiswa tidak hanya belajar tentang pengelolaan buku dan arsip, tetapi juga digitalisasi informasi dan pengembangan literasi masyarakat.

Peluang karier terbuka lebar, seperti menjadi pustakawan, pengelola arsip, kurator pengetahuan, hingga konsultan literasi di berbagai lembaga pendidikan dan keagamaan.

Dengan kehadiran tiga jurusan baru ini, UIN Banten memberikan lebih banyak pilihan bagi calon mahasiswa yang ingin mengembangkan diri di bidang yang mereka minati, tanpa meninggalkan nilai-nilai keislaman.

Yuk SiGMAnia, bergabung dan menjadi bagian dari perjalanan baru bersama UIN Banten dengan program studi yang menjanjikan dimasa depan.

Penulis: Davina
Editor: Salma

Tim Cashless pake QRIS Bikin Amerika Ketar-Ketir?

0

Kamu tim cashless yang tidak bisa lepas dari QR Code tiap kali bayar kopi kekinian atau gorengan depan kampus? Nah, kamu perlu tahu satu fakta penting!

QR Code yang kamu scan itu bukan asal-asalan, itu pakai QRIS : Quick Response Code Indonesian Standard, sistem pembayaran digital buatan anak bangsa yang sekarang makin mendunia. QRIS diluncurkan oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) sejak 17 Agustus 2019. Tujuannya? Nyatuin semua metode pembayaran digital biar makin simpel, cepat, dan pastinya aman!

Sejak diluncurkan, QRIS telah menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa. Berdasarkan Katadata Insight Center  hingga Desember 2024 jumlah pengguna QRIS mencapai 55 juta orang, meningkat sekitar 9 juta pengguna atau hampir 20% dibandingkan tahun sebelumnya.

Dalam laporan yang sama, jumlah merchant yang menerima pembayaran melalui QRIS mencapai 36 juta pada akhir 2024, dengan mayoritas berada di Pulau Jawa.

QRIS telah diadopsi oleh berbagai jenis merchant di seluruh Indonesia, termasuk:

1. Toko Ritel: Seperti Indomaret, Alfamart, dan berbagai toko kelontong.

2. Restoran dan Kafe: Mulai dari warung makan hingga restoran cepat saji.

3. Transportasi: Seperti ojek online dan layanan transportasi umum.

4. Layanan Kesehatan: Seperti apotek dan klinik.

Adopsi yang luas ini menunjukkan bahwa QRIS telah menjadi bagian integral dari ekosistem pembayaran di Indonesia.

Pada Desember 2024, volume transaksi QRIS mencapai 779 juta transaksi, naik 159% dibanding Desember 2023. Nilai transaksinya tumbuh 141% (year-on-year/yoy) menjadi Rp82 triliun.

Pertumbuhan ini, mencerminkan adopsi yang luas dari masyarakat Indonesia, terhadap sistem pembayaran digital yang efisien dan aman.

Sekarang, QRIS nggak cuma berlaku di dalam negeri. Sudah bisa dipakai juga di Malaysia, Thailand, dan Singapura. Ini bagian dari kolaborasi ASEAN untuk membuat sistem pembayaran regional yang nggak tergantung ke Dolar AS dan memperkuat mata uang lokal.

Well, ini serius! Dalam laporan resmi bertajuk National Trade Estimate Report 2025 pemerintah Amerika Serikat secara terang-terangan menyebut QRIS dan sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) sebagai “hambatan perdagangan” karena mereka mengurangi dominasi Visa dan Mastercard di pasar Indonesia.

Mereka khawatir karena:

– Transaksi lewat QRIS lebih murah (fee sekitar 0,7%) dan langsung masuk ke sistem dalam negeri.
– Sedangkan pakai Visa/Mastercard, biaya bisa 2%-3%dan sebagian besar uangnya lari ke luar negeri, ke perusahaan-perusahaan pembayaran raksasa asal Amerika Serikat.

Namun, pemerintah Indonesia menanggapi kritik ini dengan pendekatan diplomatik. Bank Indonesia menyatakan bahwa QRIS dikembangkan sesuai dengan standar internasional dan terbuka untuk integrasi global. Mereka juga menekankan bahwa sistem pembayaran ini bertujuan untuk meningkatkan inklusi keuangan dan efisiensi transaksi di dalam negeri.

Bayangin kamu jajan Rp100 ribu, pakai Visa/Mastercard bisa potong fee sampai Rp3 ribu dan uang itu lari ke luar. Kalau pakai QRIS? Cuma Rp700, dan itu pun masuk ke sistem lokal kita.

QRIS nggak cuma efisien, tapi jadi bentuk kedaulatan ekonomi digital. Dan inilah yang bikin pihak Amerika was-was. QRIS sama dengan potensi gede buat negara berkembang bangkit dari dominasi ekonomi global.

QRIS bukan hanya sekadar metode pembayaran digital, akan tetapi menjadi sebuah simbol kemandirian dan inovasi Indonesia dalam menghadapi dominasi global di sektor keuangan. Dengan pertumbuhan yang pesat, biaya transaksi yang rendah, dan adopsi yang luas, QRIS telah membuktikan dirinya sebagai solusi pembayaran yang efisien dan inklusif.

Bagi para pengguna, terutama generasi muda yang mengutamakan kemudahan dan kecepatan, QRIS menawarkan solusi pembayaran yang sesuai dengan gaya hidup modern. Dan bagi Indonesia, QRIS adalah langkah maju menuju kedaulatan ekonomi digital.

Sampai saat ini, QRIS kebanggaan bangsa makin diakui dunia dan akan terus berekspansi ke berbagai negara seperti Jepang hingga dilirik pula di Eropa. Gen Z yang pakai QRIS tiap hari? Kalian lagi jadi bagian dari revolusi itu!

Penulis : Naila
Editor : Lydia

Awal Mula Tradisi Wisuda: Dari Perguruan Tinggi ke Sekolah Dasar

0

Setiap tahun, momen wisuda selalu menjadi peristiwa penuh kebahagiaan, bukan hanya bagi mahasiswa, tapi juga bagi siswa-siswi SD, SMP, dan SMA. Pemandangan anak-anak mengenakan toga, berjalan ke panggung satu per satu, kini sudah jadi hal yang umum. Tapi pernahkah Sigmania bertanya, sejak kapan tradisi wisuda ini mulai dilakukan di jenjang sekolah? dan siapa yang pertama kali memulainya?

Dalam jurnal STAI Al-Jawami, Rianti Oktaviani menjelaskan, wisuda adalah salah satu momen paling spesial dalam perjalanan pendidikan seseorang. Prosesi ini biasanya ditandai dengan penyerahan ijazah oleh pihak sekolah atau lembaga pendidikan. Di Amerika Serikat, upacara kelulusan tidak hanya dilakukan di perguruan tinggi, tapi juga di jenjang pendidikan dasar mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK), SD, SMP, hingga SMA. Bahkan, kenaikan kelas pun dapat dirayakan secara simbolis layaknya kelulusan.

Sebenarnya, tradisi wisuda sebagai seremoni perayaan kelulusan sekolah berawal dari universitas-universitas di Eropa kisaran abad ke-12, seperti Universitas Bologna dan Oxford. Kala itu, wisuda adalah momen sakral untuk menandai kelulusan dan pemberian gelar akademik. Pada abad ke-19 penggunaan toga pun mulai distandarisasi di Amerika Serikat. Lalu, lambat laun menjadi simbol kelulusan yang menyebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia.

Tradisi wisuda awalnya memang hanya dikenal di lingkungan kampus, namun karena pengaruh budaya luar terutama Amerika, tradisi ini mulai merambah ke jenjang-jenjang pendidikan dasar seperti TK, SD, SMP, dan SMA. Di Amerika, wisuda dari TK hingga SMA sudah menjadi hal yang umum dan dianggap sebagai bentuk apresiasi terhadap pencapaian siswa di setiap tahap.

Di Indonesia sendiri, fenomena perayaan wisuda pada jenjang SD, SMP, dan SMA mulai muncul sekitar awal tahun 2000-an. Tidak ada catatan resmi atau tokoh tertentu yang disebut sebagai pencetus tradisi ini. Namun, banyak yang sepakat bahwa budaya ini mulai muncul lewat adopsi dari sekolah-sekolah swasta dan internasional yang lebih dulu menggelar wisuda untuk jenjang sekolah dasar dan menengah.

Sekolah-sekolah berstandar internasional sering dianggap sebagai pelopor. Seiring berjalannya waktu, sekolah negeri di berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya pun mulai mengikuti tren perayaan wisuda ini. Wisuda pun akhirnya menjadi bagian dari tradisi sekolah yang dinanti-nanti, bukan hanya oleh siswa, tetapi juga oleh para orang tua.

Oleh karena itu, meski tidak diatur dalam kurikulum nasional, prosesi wisuda tetap digelar karena dianggap sebagai bentuk apresiasi dan perayaan pencapaian siswa. Bagi banyak sekolah dan keluarga, ini adalah momen istimewa yang penuh kenangan.

Penulis : Davina
Editor : Tiara

Barak Militer untuk Anak Nakal: Solusi efektif atau Kekeliruan Pendekatan?

0

Ketika angka kenakalan remaja meningkat dan berbagai upaya rehabilitasi dirasa kurang efektif, sebagian masyarakat mulai melirik pendekatan keras, seperti pengiriman anak ke barak militer yang baru-baru ini dicetuskan langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi. Mengirim anak-anak yang “nakal” ke barak militer, tempat dengan kedisiplinan tinggi ini dinilai bisa membentuk ulang karakter anak, terutama dalam hal kepatuhan dan tanggung jawab. Namun, solusi ini tak lepas dari polemik yang menimbulkan pertanyaan besar, apakah program pengiriman anak-anak nakal ke militer tersebut benar-benar efektif atau justru bisa merugikan anak dalam jangka panjang?

Gagasan mengirim anak-anak bermasalah ke barak militer memunculkan dua sisi pemikiran, di satu sisi dianggap sebagai solusi cepat dan tegas terhadap perilaku menyimpang remaja, di sisi lain justru dikritik sebagai bentuk pendekatan yang tidak menjawab akar masalah. Dalam konteks pendidikan dan perkembangan psikologis anak, tindakan semacam ini dapat menciptakan trauma psikologis baru, alih-alih memberikan pemulihan karakter secara mendasar.

Menurut Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya “Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,” masa remaja adalah periode transisi yang sangat penting dan rawan, di mana individu mengalami perubahan fisik, psikologis, dan sosial yang cepat dan signifikan. Masa ini bukan hanya peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, tetapi juga masa pencarian identitas dan pembentukan nilai-nilai baru yang memerlukan penyesuaian mental yang mendalam.

Ia juga berpendapat bahwa remaja sebenarnya hanya membutuhkan pendekatan suportif, bukan koersif atau yang memaksa. Saat remaja berperilaku menyimpang, hal itu kerap menjadi refleksi dari masalah yang lebih dalam seperti pola asuh yang keliru, tekanan lingkungan, bahkan kekosongan emosional. Jika negara hanya menanggapi dengan pendekatan militeristik yang hanya mengutamakan kedisiplinan ketat dan hukuman, maka potensi untuk menciptakan generasi yang kian teralienasi justru semakin besar.

Dikutip dari jurnal yang berjudul “Penegakkan Disiplin Positif Sebagai Upaya Menimimalisir Hukuman Fisik dan Non Fisik,” karya Ernawati dkk menilai bahwa anak-anak yang dibina melalui pendekatan empatik, konseling, dan pembelajaran keterampilan sosial justru menunjukkan perubahan perilaku yang lebih berkelanjutan dibandingkan dengan anak-anak yang hanya menerima hukuman fisik atau tekanan disiplin ekstrem.

Pendekatan empatik memungkinkan anak merasa dihargai dan dipahami, sehingga mereka lebih terbuka untuk memperbaiki perilaku dengan kesadaran moral dan logis. Konseling membantu anak mengidentifikasi akar masalah dan mengembangkan strategi pengelolaan emosi yang efektif, sementara pembelajaran keterampilan sosial mengajarkan mereka cara berinteraksi dan menyelesaikan konflik secara konstruktif.

Sebaliknya, hukuman fisik dan tekanan disiplin yang berlebihan seringkali menimbulkan rasa takut dan stres yang hanya menghasilkan perubahan perilaku sementara karena anak takut pada konsekuensi, bukan karena memahami kesalahan. Bahkan juga dapat memperburuk kondisi psikologis anak dan menghambat perkembangan emosionalnya. Barak militer mungkin menciptakan anak yang “patuh” secara temporer, namun bukan “baik” dalam konteks nilai moral internal.

Konsep “anak nakal” sendiri juga sering kali digunakan secara bias. Banyak anak yang dicap nakal sebenarnya sedang berjuang dengan masalah mental, tekanan keluarga, atau bahkan kekerasan dalam rumah tangga. Memberikan mereka “hukuman” dengan mengirim ke barak militer bisa berarti mengabaikan hak anak atas perlindungan dan pendidikan yang bermakna.

Dalam konvensi internasional, seperti Konvensi Hak Anak PBB (Convention on the Rights of the Child), penekanan juga difokuskan hanya pada upaya rehabilitasi, pendidikan, dan reintegrasi sosial, bukan hukuman. Pembentukan karakter seharusnya bisa bersumber dari proses pendekatan nilai-nilai yang ditanamkan dengan rasa kasih sayang, teladan, dan konsistensi, bukan ketakutan atau pemaksaan.

Alih-alih mengirim mereka ke barak militer, negara seharusnya memperkuat sistem dukungan psikososial di sekolah, memperbaiki akses layanan konseling anak dan remaja, serta memberdayakan keluarga dan komunitas dalam menciptakan lingkungan yang sehat bagi tumbuh kembang remaja. Mengirim anak-anak ke barak militer bukanlah jawaban atas kenakalan, melainkan cermin dari ketidakmampuan kita memahami dan merangkul luka sosial yang lebih dalam.

Jika melanggengkan paradigma bahwa anak-anak yang bermasalah hanya bisa diubah lewat ketakutan dan tekanan fisik, itu sama saja seperti mencetak generasi yang terlatih taat, namun kehilangan keberanian berpikir, empati, dan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai.

Barak militer memang menawarkan solusi instan yang menjadikan anak-anak mungkin lebih taat, lebih teratur, lebih cepat merespons perintah. Namun apakah itu berarti mereka telah pulih secara emosional dan moral? Ataukah mereka sekadar tunduk hanya karena rasa takut saja?

Maka, yang menjadi persoalan seharusnya bukanlah “apakah anak nakal perlu dikirim ke barak militer?” melainkan “mengapa anak bisa menjadi nakal, dan solusi pendekatan seperti apa yang benar-benar menjawab kebutuhan mereka?” Tanpa menjawab pertanyaan tersebut, negara seperti memperbaiki gejalanya saja, bukan menyembuhkan penyakitnya.

Penulis: Frida
Editor: Lydia

Wisuda Sekolah, Sebuah Tradisi atau menjadi Beban

0

Wisuda sering dianggap sebagai momen puncak dalam perjalanan pendidikan. Namun, belakangan ini, tradisi wisuda di jenjang TK hingga SMA menuai kontroversi. Tradisi ini telah menjadi rutinitas tahunan yang dinanti-nanti oleh banyak orang tua dan siswa. Namun, apakah praktik ini masih relevan atau menjadi beban baru dalam dunia pendidikan kita? Bukankah makna wisuda seharusnya dikembalikan ke esensi aslinya, yaitu sebagai selebrasi pada jenjang perguruan tinggi?

Wisuda dari jenjang TK hingga SMA seharusnya tidak perlu dilaksanakan. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Surat Edaran Nomor 14 Tahun 2023 menegaskan bahwa wisuda di tingkat PAUD hingga SMA tidak bersifat wajib dan tidak boleh memberatkan orang tua atau wali murid.

Salah satu isu utama dalam pelaksanaan wisuda adalah beban biaya yang harus ditanggung orang tua. Acara ini sering kali melibatkan pengeluaran tambahan, seperti untuk pakaian khusus, selempang, dan dokumentasi. Bagi keluarga yang kurang mampu, hal ini tentu menjadi beban ekonomi yang tidak ringan.

Selain itu, selempang wisuda kini juga menjadi sorotan. Awalnya hanya sebagai pelengkap foto kelulusan, kini selempang berubah menjadi bagian wajib dari paket wisuda. Banyak sekolah bahkan menjualnya melalui kerja sama dengan vendor. Fenomena ini membuka ruang bagi komersialisasi dalam dunia pendidikan, di mana simbol prestasi tidak lagi diperoleh karena pencapaian, melainkan karena “dibeli”.

Surat edaran Kemendikbudristek menyoroti secara tegas bahwa wisuda sekolah bukan merupakan kewajiban. Artinya, sekolah tidak diwajibkan menyelenggarakan acara wisuda, dan orang tua atau wali murid tidak diwajibkan untuk mengikutinya. Wisuda juga tidak boleh menjadi beban, baik secara ekonomi maupun emosional. Oleh karena itu, sekolah perlu mempertimbangkan aspek biaya, waktu, dan tenaga sebelum memutuskan untuk mengadakan acara seremonial seperti ini.

Tradisi wisuda di jenjang TK hingga SMA memang perlu dievaluasi kembali. Jika pelaksanaannya hanya menjadi formalitas tanpa makna, sebaiknya kegiatan tersebut tidak dilanjutkan. Fokus utama pendidikan seharusnya terletak pada peningkatan kualitas pembelajaran dan pengembangan karakter peserta didik, bukan pada seremoni yang berpotensi membebani.

Dengan demikian, apakah wisuda sekolah benar-benar diperlukan, tidak cukupkah dengan rapor kelulusan dan perpisahan sederhana atau justru merupakan tradisi yang harus disesuaikan kembali dengan konteks dan kebutuhan zaman?

Penulis: Ayunda
Editor: Lydia

Ketika Vasektomi Dianggap Jadi Ancaman Maskulinitas

0

Belakangan ini, vasektomi mendadak menjadi topik panas di media sosial. Pasalnya, ada yang mengganggap bahwa ini adalah langkah maju, ada pula yang menolaknya mentah-mentah. Di tengah percakapan publik tentang keadilan peran dalam keluarga, muncul pertanyaan menggelitik, kenapa urusan alat kontrasepsi masih dianggap “urusan perempuan saja”?

Vasektomi bukanlah program baru! Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah lama mendorong partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana (KB) melalui vasektomi. Prosedurnya sendiri tergolong ringan, yakni memutus atau menutup saluran sperma (vas deferens) melalui tindakan bedah kecil berdurasi 15 hingga 30 menit dengan anestesi lokal. Meski bersifat permanen, vasektomi tidak mempengaruhi gairah seksual, fungsi ereksi, maupun ejakulasi pria.

Partisipasi laki-laki dalam KB, khususnya melalui vasektomi, masih sangat rendah. Berdasarkan data Sistem Informasi Keluarga (SIGA) BKKBN per Mei 2024, hanya sekitar 0,1% dari total 27 juta akseptor KB yang menggunakan metode vasektomi.

Pihak pendukung menyebut vasektomi sebagai keadilan reproduktif. Tak hanya aman dan efektif, vasektomi juga bisa menjadi simbol tanggung jawab laki-laki dalam keluarga, di tengah dominasi alat KB untuk perempuan.

Sebaliknya, suara kontra muncul dari norma budaya yang kuat. Banyak yang mengaitkan vasektomi dengan hilangnya “kejantanan”. Belum lagi anggapan bahwa laki-laki yang disteril dianggap lemah atau tunduk pada istri, narasi patriarki masih sangat hidup di negeri ini.

Ironisnya, selama ini perempuan harus menanggung beban alat KB yang berisiko pada kesehatan. Dari pil, suntik, IUD, hingga steril. Laki-laki? Hampir nihil kontribusinya. Maka, mengapa ketika secara bergantian laki-laki diminta berkontribusi, banyak yang menolak?

Penting untuk dicatat, bahwa tantangan terhadap vasektomi tidak sepenuhnya karena kurangnya niat, tetapi juga karena minimnya edukasi publik yang menyeluruh dan berbasis medis. Banyak pria yang belum mengetahui vasektomi adalah prosedur non-hormonal, aman, dan tidak berdampak pada kehidupan seksual mereka. Tanpa pendekatan komunikasi yang tepat, stigma dan disinformasi akan terus bertahan.

Vasektomi bukan musuh laki-laki, tapi cerminan tanggung jawab. Jika negara serius, maka edukasi publik, pelibatan tokoh agama dan budaya, serta fasilitas medis yang layak, harus jadi prioritas, bukan hanya sekadar target angka.

Pada akhirnya, mengatur kelahiran bukan hanya tanggung jawab perempuan. Saatnya laki-laki ikut terlibat dan tidak terus bersembunyi di balik dalih maskulinitas. Kejantanan sejati tidak diukur dari dominasi, melainkan dari kesediaan berbagi tanggung jawab secara setara dalam keluarga.

Penulis: Indah
Editor: Lydia