Beranda blog Halaman 3

Daftar Prodi dan Kuota PMB Jalur UM-PTKIN 2025 UIN SMH Banten

0

Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (UM-PTKIN) merupakan pola seleksi yang dilaksanakan secara nasional oleh seluruh Universitas Islam Negeri (UIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) dalam sistem yang terpadu dan diselenggarakan secara serentak oleh Menteri Agama Republik Indonesia.

Dilansir dari laman https://um.ptkin.ac.id, Berkut adalah daftar Program Studi dan kuota Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) jalur UM-PTKIN yang ada di Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten tahun 2025:

1. Pendidikan Agama Islam (71 orang)
2. Pendidikan Bahasa Arab (43 orang)
3. Tadris Bahasa Inggris (71 orang)
4. Sejarah Peradaban Islam (48 orang)
5. Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (43 orang)
6. Bahasa dan Sastra Arab (45 orang)
7. Hukum Keluarga Islam (70 orang)
8. Hukum Tatanegara (70 orang)
9. Hukum Ekonomi Syariah (70 orang)
10. Ekonomi Syariah (70 orang)
11. Aqidah dan Filsafat Islam (28 orang)
12. Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir (56 orang)
13. Komunikasi dan Penyiaran Islam (56 orang)
14. Bimbingan dan Konseling Islam (70 orang)
15. Pengembangan Masyarakat Islam (48 orang)
16. Ilmu Hadis (28 orang)
17. Perbankan Syariah (70 orang)
18. Manajemen Pendidikan Islam (43 orang)
19. Asuransi Syariah (43 orang)
20. Pendidikan Islam Anak Usia Dini (28 orang)
21. Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam (28 orang)
22. Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam (28 orang)
23. Manajemen Haji dan Umrah (24 orang)

Adapun ketentuan umum pendaftaran UM-PTKITN 2025 sebagai berikut:

1. Peserta yang berhak mendaftar adalah siswa pada Satuan Pendidikan MA/MAK/SMA/SMK/SPM/PDF/PKPPS/sederajat lulusan tahun 2023, 2024, dan 2025.
2. Peserta lulusan tahun 2023 dan 2024 wajib memiliki Ijazah/Surat Keterangan Lulus (SKL), dan Peserta lulusan 2025 wajib memiliki salah satu dari Surat Keterangan Lulus (SKL)/Pengumuman Lulus/KTP/Kartu Siswa.
3. Peserta wajib memiliki:
a. Nomor Induk Siswa Nasional (NISN)
b. Email yang aktif dan dapat dihubungi
c. Nomor WhatsApp yang aktif dan dapat dihubungi.
4. Peserta melakukan pendaftaran secara mandiri pada laman https://um.ptkin.ac.id.
5. Peserta melakukan pembayaran biaya pendaftaran melalui bank yang ditetapkan oleh Panitia Nasional. Biaya pendaftaran yang sudah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali dengan alasan apapun.
6. Peserta memilih maksimal 3 (tiga) Program Studi pada PTKIN/PTN.
7. Peserta memilih PTKIN/PTN Titik Lokasi Ujian.
8. Pendaftaran peserta dinyatakan selesai apabila peserta telah melakukan Finalisasi Pendaftaran.

Timeline pendaftaran PMB jalur UM-PTKIN 2025:

1. Pendaftaran: 22 April 2025 pukul 08.00 WIB – 28 Mei 2025 pukul 15.00 WIB.
2. Pembayaran: 22 April 2025 pukul 08.00 WIB – 28 Mei 2025 pukul 23.59 WIB.
3. Finalisasi Pendaftaran: 22 April 2025 pukul 08.00 WIB – 31 Mei 2025 pukul 23.59 WIB.
4. Cetak Kartu Peserta Ujian SSE UM-PTKIN: Dimulai pada 1 Mei 2025 pukul 08.00 WIB
5. Pelaksanaan Ujian SSE UM-PTKIN: 10-12 Juni 2025, 14-18 Juni 2025
6. Pengumuman: 30 Juni 2025

Alur dan Biaya pendaftaran:

1. Bank Mandiri, pembayaran dapat dilakukan di seluruh Teller Kantor Cabang Bank Mandiri, ATM Bank Mandiri, LIVIN by Mandiri dengan menunjukkan / memasukkan nomor VA/Kode Bayar.
2. Selain Bank Mandiri, pembayaran dapat dilakukan di ATM Bank lain, dan Transfer dengan Nomor Rekening tujuan ke VA (Virtual Account) melalui Bank Non-Mandiri di seluruh Indonesia yang mendukung transfer antar bank dengan nomor VA (Virtual Account) sebagai nomor rekening tujuan . (ada tambahan biaya tergantung mitra).
3. Untuk biaya pendaftaran yaitu sebesar Rp. 200.000 (Dua Ratus Ribu Rupiah), belum termasuk biaya tambahan jika transaksi menggunakan bank selain Bank Mandiri.

Nah, itulah beberapa daftar Program Studi dan kuota Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) mulai dari ketentuan umum pendaftar, timeline pendaftaran, hingga biaya pendaftaran PMB jalur UM-PTKIN tahun 2025 di Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasnuddin Banten.

Penulis: Dhuyuf

Deretan Harapan Ketua Organisasi Mahasiswa Soal Calon Rektor Baru

0

Serang, lpmsigma.com – Menjelang pergantian kepemimpinan, sejumlah elemen mahasiswa UIN Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten menyampaikan harapan terhadap sosok rektor baru dan arah kebijakan kampus ke depan. Pandangan kritis datang dari Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), Senat Mahasiswa (SEMA), Forum Silaturahmi Organisasi Eksternal (FSOE), hingga Forum Silaturahmi UKM (FSU).

Wakil Ketua DEMA UIN SMH Banten, Misbah, berharap rektor baru lebih peduli terhadap aspirasi mahasiswa dan perbaikan fasilitas kampus.

“Saya berharap calon rektor terpilih bisa membawa perubahan positif bagi kemajuan kampus, serta mengutamakan aspirasi dan kepentingan civitas akademika, terutama mahasiswa,” ujarnya, Senin (6/5).

Misbah menilai, ketersediaan fasilitas yang memadai merupakan kunci terciptanya lingkungan belajar yang nyaman dan kondusif bagi prestasi.

Ia juga menyoroti pentingnya sinergi antara mahasiswa dan pimpinan kampus melalui komunikasi yang terbuka.

“Dengan komunikasi terbuka, sinergi antara mahasiswa dan pimpinan kampus bisa terbangun,” lanjutnya.

Disisi lain Ketua SEMA-U, Rizki Alamsyah, menyampaikan harapan agar rektor baru mampu mendorong kemajuan kampus di berbagai aspek, mulai dari akademik, riset, hingga pengabdian masyarakat.

“Siapapun rektornya nanti, semoga bisa membawa kemajuan menyeluruh untuk kampus,” katanya.

Sejalan dengan Misbah, Rizki juga menekankan pentingnya komunikasi terbuka antara mahasiswa dan rektor untuk membangun kampus yang inklusif, demokratis, serta memberi ruang bagi pengembangan potensi mahasiswa yang kompetitif, baik di tingkat nasional maupun internasional.

“Saya berharap rektor terpilih bisa menjalin komunikasi yang terbuka dan konstruktif dengan seluruh civitas akademika, serta menyediakan ruang bagi pengembangan potensi mahasiswa,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua FSOE, Alif, menegaskan agar rektor tak hanya fokus pada aspek administratif dan akreditasi. Ia menilai kampus butuh sosok pemimpin yang berpihak pada mahasiswa dan mendukung iklim akademik yang sehat.

“Kalau bicara harapan, kami di FSOE ingin rektor ke depan tidak sekadar jadi pemimpin administratif, tapi juga figur yang berpihak pada mahasiswa dan kehidupan akademik yang sehat,” tegasnya.

Menurut Alif, mahasiswa seharusnya dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan kampus, bukan hanya sebagai pelaksana. Ia juga mendorong adanya ruang dialog yang terbuka, baik saat proses pemilihan rektor maupun setelahnya.

“Kami ingin rektor yang mau mendengar, terbuka terhadap kritik, membuka ruang dialog publik, dan hadir saat kampus sedang tidak baik-baik saja. Jangan sampai kampus hanya sibuk kejar akreditasi tapi lupa dengan denyut nadi mahasiswa,” tambahnya.

Ketua FSU, Ikhlas, turut menyoroti soal pemangkasan anggaran untuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang dinilai mencapai 80 persen. Ia menilai hal itu berdampak besar pada keberlangsungan aktivitas mahasiswa.

“UKM adalah wadah pengembangan minat dan bakat mahasiswa yang harus didukung penuh. Kami berharap pemangkasan anggaran bisa dikaji ulang,” ujarnya.

Ikhlas juga menegaskan bahwa rektor ideal adalah sosok yang mampu mengayomi seluruh elemen kampus, mulai dari dosen, mahasiswa, hingga tenaga kependidikan.

“Rektor harus bisa mempertimbangkan kebijakan pusat yang tidak berpihak pada masyarakat kampus. Ia harus mampu mengayomi semua elemen, termasuk dosen, mahasiswa, dan tenaga pendukung,” tutupnya.

Reporter: Davina
Editor: Enjat

7 dari 9 Calon Rektor Lolos Pemberkasan

0

Serang, lpmsigma.com – Hasil penjaringan bakal calon Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten, menyatakan tujuh dari sembilan bakal calon yang lolos verifikasi persyaratan administratif, diantaranya:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Ishom, M.A
2. ⁠Prof. Yanwar Pribadi, Ph.D
3. ⁠Prof. Dr. H. Naf’an Tarihoran, M.Hum
4. Prof. Dr. H. Wasehudin, M.SI
5. Prof. Dr. H. Mufti Ali, Ph.D
6. Prof. Dr. H. Hidayatullah, M.Pd
7. Prof. Dr. Budi Sudrajat, M.A

Masykur, selaku ketua pelaksana penjaringan pemilihan Rektor UIN SMH Banten menuturkan dua bakal calon yang tidak lolos dikarenakan usia dan pengalaman manajerialnya yang belum terpenuhi.

“Ada persyaratan administratif yang tidak terpenuhi, seperti usia atau pengalaman manajerialnya,” tuturnya (09/05).

Ia juga berterimakasih pada para pendaftar dan partisipasi yang kooperatif dan kontributif selama proses penjaringan.

“Apresiasi setinggi-tingginya serta terima kasih atas partisipasi yang kontributif dan kooperatif kepada para pendaftar dalam proses penjaringan ini,” ucapnya.

Masykur juga menyampaikan tujuh calon rektor yang terpilih akan melangsungkan rapat senat dengan para Senator UIN SMH Banten.

“Tujuh calon Rektor akan diminta menuliskan Pernyataan Kualifikasi Diri (PKD) secara langsung pada saat rapat senat yang berisi: Visi, misi dan program, moralitas/integritas diri, kemampuan manajerial, kompetensi/reputasi akademik, dan kemampuan membangun kerjasama nasional serta internasional. Rapat Senat akan dilangsungkan pada Kamis, 22 Mei 2025. Kemudian hasil dari rapat tersebut akan disampaikan kepada Kementrian Agama RI (Kemenag RI),” tutupnya.

Reporter: Tiara
Editor: Enjat

Janji Tak Ditepati, Duta Kepemudaan Indonesia Diduga lakukan Penipuan

0

Serang, lpmsigma.com – Sejumlah anggota komunitas Duta yang tergabung dalam wadah bernama Jiwa Pemuda, melaporkan adanya dugaan penipuan dan penggelapan dana oleh Founder Jiwa Pemuda. Dana yang diduga digelapkan hampir Rp100 juta, yang melibatkan peserta dari beberapa program Duta yang ada.

Salah satu korban menuturkan bahwa, setiap program melakukan rekrutmen peserta dengan biaya mulai dari Rp100.000 hingga Rp150.000. Dana tersebut dijanjikan akan digunakan untuk selempang, plakat, hingga program pengabdian fully funded ke Pulau Seribu. Namun, hingga kini sudah batch lima, mayoritas peserta belum menerima hak mereka.

“Kita sudah berbincang dengan CEO-nya, katanya mau ada dana kembali. Tapi hanya sedikit dari mereka yang menerima dana kembali dan malah kabur dari masalah ini,” tuturnya (07/05).

Sementara itu korban lainnya, Salsa, ia merupakan peserta dari Jawa Tengah, mengungkap pengalaman buruk saat menghadiri gathering Duta Kepemudaan tahun 2024. Ia dan rekannya dijanjikan tempat tinggal di “Office Jiwa Pemuda” selama kegiatan. Namun tempat tersebut ternyata dimilai tidak layak huni.

“Kami tidur di ubin, tempatnya mirip gudang. Tidak ada air, bahkan lampu kamar mandipun tidak berfungsi. Saya sampai jalan kaki jauh, hanya untuk bisa mandi di Masjid,” ungkap Salsa ketika diwawancarai kru LPM SiGMA.

Walau sempat memberikan klarifikasi secara lisan, CEO Jiwa Pemuda tidak pernah melakukan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah ini dan mengganti kerugian para peserta maupun fasilitator. Justru menurut Nafila sebagai korban, Founder Duta Kepemudaan Indonesia menyuruh mereka keluar dari grup dan berhenti bersangkutan dengan komunitas tersebut.

“Bukannya diselesaikan, justru kami disuruh keluar dari grup. Padahal kami hanya meminta kembali hak yang dijanjikan,” ungkap Nafila.

Sementara itu, pihak Jiwa Pemuda sempat menyampaikan klarifikasi melalui pesan resmi. Mereka menyatakan tidak dapat melakukan refund karena dana telah digunakan untuk pembelian dan pengiriman selempang serta plakat.

Namun, para peserta menolak menerima selempang karena waktu tugas mereka telah lama lewat.

“Para peserta mengeluhkan bahwa selempang itu sudah tidak berguna. Kami butuh refund karena identitas seperti itu dibutuhkan saat bertugas, bukan setelah masa jabatan selesai,” jelas Nafila.

Pihak mereka menyatakan keterlambatan terjadi akibat libur panjang dan kendala administratif. Mereka menjanjikan pengiriman selempang dan plakat tetap dilanjutkan, dan akan menyertakan bukti resi serta surat dari tim kuasa hukum. Namun, hingga tulisan ini terbit, belum ada tindak lanjut yang jelas.

Reporter: Indah
Editor: Enjat

Eksploitasi Anak: Luka Lama dari Panggung Sirkus yang Terabaikan

0

Anak-anak seharusnya tumbuh dalam ruang aman yang penuh kasih sayang, pendidikan, dan perlindungan. Namun, kenyataannya tak selalu seindah itu. Dalam banyak konteks, anak-anak justru menjadi kelompok paling rentan dieksploitasi, baik secara fisik, emosional, maupun ekonomi. Eksploitasi terhadap anak bukanlah hal baru, tetapi terus terjadi dalam berbagai bentuk dan ruang. Dari buruh anak di sektor informal, pekerja domestik usia dini, hingga anak-anak yang dipaksa tampil di dunia hiburan demi keuntungan pihak-pihak tertentu.

Kasus eksploitasi anak dalam industri hiburan di Indonesia, rupanya terus terjadi dan tak pernah surut. Coba sejenak kita bayangkan sorot lampu panggung yang gemerlap, tawa penonton yang riuh, dan tepuk tangan yang menggema di udara, Jika kita lihat semuanya tampak sempurna bukan? Tapi, adakah yang benar-benar tahu cerita di balik tirai pertunjukan itu? Siapa yang memerhatikan ketika anak-anak justru menjadi “pemeran utama” dalam drama panjang eksploitasi atas nama hiburan?

Berdasarkan data dari laman resmi Komnas HAM yang dirilis Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA), menunjukkan bahwa pada bulan Januari hingga Februari tahun 2024 tercatat 1.993 kasus kekerasan terhadap anak. Angka ini mencerminkan tingginya tingkat kekerasan terhadap anak di Indonesia.

Eksploitasi anak dalam industri hiburan merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia yang kerap kali tersembunyi di balik gemerlap panggung pertunjukan. Salah satu kasus terbaru, pelanggaran HAM dalam dunia hiburan ialah dugaan eksploitasi terhadap eks pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) yang tampil di Taman Safari Indonesia.

Para korban, yang kini telah dewasa, mengungkap pengalaman getir masa kecil mereka yang penuh penderitaan, dipisahkan dari keluarga, dipaksa tampil tanpa upah yang layak, dilarang mengakses pendidikan, bahkan mengalami penyiksaan fisik dan psikologis. Ironisnya, semua itu terjadi demi menghadirkan hiburan bagi publik, sementara mereka dipaksa tersenyum menutupi luka yang dalam.

Pengakuan Butet, mantan pemain sirkus yang kala itu baru berusia 10 tahun, seharusnya membuat kita terhenyak. Ia dipaksa memakan kotoran gajah hanya karena memakan daging empal tanpa izin. Lebih dari itu, ia dirantai, dipukuli ketika dinilai tampil tidak memuaskan, bahkan tetap dipaksa tampil saat hamil. Setelah melahirkan, anaknya pun langsung diambil. Ini bukan sekadar kisah tragis, tetapi bukti bahwa praktik eksploitasi anak dilakukan secara terang-terangan, sistematis, dan tanpa empati. Bagaimana mungkin sebuah pertunjukan hiburan dijalankan di atas penderitaan anak-anak yang dilucuti hak dan martabatnya?

Lebih mencengangkan lagi, laporan Komnas HAM menunjukkan bahwa kasus ini telah dilaporkan sejak 1997, kemudian berulang di 2004 dan 2024. Artinya, negara tahu, tetapi gagal bertindak. Ini bukan kasus yang luput dari pantauan, melainkan sebuah pelanggaran yang dibiarkan mengakar. Pengabaian seperti ini sama bahayanya dengan kekerasan itu sendiri, karena ia menunjukkan kelumpuhan negara dalam melindungi anak-anak dari sistem eksploitatif.

Temuan Komnas HAM yang menyebut adanya pelanggaran terhadap hak atas identitas, pendidikan, dan perlindungan sosial semakin menguatkan bahwa ini bukan sekadar salah urus, tapi bentuk kejahatan terstruktur. Dugaan praktik perdagangan orang (TPPO) yang disampaikan oleh Komisi XIII DPR RI harus menjadi alarm keras bahwa eksploitasi ini tak bisa lagi dianggap sebagai insiden, tapi kejahatan terorganisir.

Lebih ironisnya lagi, pernyataan pelatih sirkus OCI, Tony Sumampouw, yang menyebut pemukulan sebagai “hal biasa” dalam pelatihan, menunjukkan bahwa kekerasan telah dinormalisasi dalam sistem. Normalisasi kekerasan seperti ini adalah bentuk pembiaran kolektif yang merusak nilai-nilai kemanusiaan. Negara tidak bisa hanya sekadar mengumpulkan data dan berjanji akan menyelidiki. Sudah terlalu lama korban hidup dalam diam, trauma, dan ketidakadilan.

Tuntutan Rp3,1 miliar yang diajukan korban bukan sekadar soal materi, melainkan simbol perlawanan atas sistem yang telah lama menindas mereka. Setelah lebih dari dua dekade terbungkam oleh ketakutan dan trauma, keberanian mereka untuk bersuara harus disambut dengan langkah konkret negara. Jika kali ini pun kita gagal mendengarkan dan bertindak, maka kita semua turut menjadi bagian dari kekerasan itu sendiri.

Kasus ini menjadi titik balik bagi perlindungan anak di Indonesia, khususnya dalam industri hiburan yang selama ini minim pengawasan. Tidak boleh ada lagi anak yang dikorbankan demi tontonan. Sebab anak bukan properti, bukan alat hiburan, melainkan manusia utuh dengan hak yang sama untuk tumbuh, belajar, dan hidup tanpa ketakutan. Negara tidak hanya wajib memberi perlindungan, tetapi juga keadilan yang nyata, bukan sekadar janji kosong belaka.

Penulis: Frida
Editor: Enjat

Hari Pendidikan Nasional: Pendidikan Bermutu untuk Investasi Peradaban

0

SiGMANia bahwasannya tepat pada tanggal 2 Mei ini, kita diperingati oleh Hari Pendidikan Nasional. Bukan sekadar seremoni rutin, hari ini merupakan sebuah panggilan jiwa untuk merenungkan pondasi kemajuan bangsa dan pendidikan. Seperti yang diungkapkan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia dalam pidatonya, Hari Pendidikan Nasional kali ini diberi tema “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua”. Tema tersebut bertujuan, bahwa sebagai warga negara kita harus sadar akan tanggung jawab kolektif, dalam membangun masa depan melalui pendidikan yang berkualitas dan merata.

Lebih dari sekadar pemenuhan hak asasi yang diamanatkan konstitusi, pendidikan merupakan investasi peradaban yang paling fundamental. Ia adalah suluh yang menerangi kegelapan, jembatan yang menghubungkan potensi dengan aktualisasi diri, dan pupuk yang menyuburkan benih-benih kemajuan bangsa. Pendidikan yang bermutu tidak hanya menghasilkan individu-individu yang cerdas secara akademis, tetapi juga insan yang berkarakter kuat, berakhlak mulia, serta memiliki kesadaran akan identitas kebangsaannya.

Garis besar pidato Menteri dengan jelas menyoroti bahwa mewujudkan pendidikan yang berkualitas bukanlah tugas yang dapat dipikul sendiri oleh pemerintah. Esensi “partisipasi semesta” menjadi kunci adanya ajakan inklusif kepada seluruh elemen bangsa untuk terlibat aktif dalam ekosistem pendidikan. Orang tua sebagai madrasah pertama bagi anak-anak, guru sebagai garda terdepan pembentuk karakter dan ilmu, masyarakat sipil dengan inovasi dan gagasan segar, hingga dunia usaha yang dapat berkontribusi dalam penyediaan sumber daya dan relevansi pendidikan dengan kebutuhan industri.

Penegasan bahwa Presiden Prabowo menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama memberikan angin segar dan harapan baru. Komitmen politik yang kuat di tingkat tertinggi adalah modal penting untuk menggerakkan perubahan yang signifikan. Namun, komitmen ini harus diterjemahkan menjadi kebijakan yang konkret, alokasi anggaran yang memadai, dan implementasi yang efektif hingga ke pelosok negeri. Pemerataan akses pendidikan, terutama bagi mereka yang berada di wilayah terpencil dan kurang beruntung, harus menjadi fokus utama. Kesenjangan pendidikan adalah luka yang dapat menghambat potensi besar bangsa.

Pendidikan karakter yang ditekankan dalam pidato bukanlah sekadar slogan. Ia adalah ruh dari pendidikan yang sesungguhnya. Di tengah arus globalisasi dan tantangan zaman yang semakin kompleks, pembentukan karakter yang kuat menjadi benteng pertahanan nilai-nilai luhur bangsa. Pendidikan harus mampu menanamkan nilai-nilai Pancasila, etika, moral, dan semangat gotong royong dalam diri setiap anak bangsa. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya mencetak individu yang pintar, tetapi juga individu yang bijak dan bertanggung jawab.

Peringatan Hari Pendidikan Nasional seharusnya menjadi momentum refleksi yang mendalam bagi kita semua. Sudahkah kita, sebagai bagian dari “semesta” pendidikan, memberikan kontribusi yang optimal? Sudahkah kita memastikan bahwa setiap anak bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan yang berkualitas?

Penulis: Ayunda
Editor: Lydia

Ingin Raih Pendidikan, Segelintir Anak Tumbuh di Trotoar

0

Hari Pendidikan Nasional semestinya dirayakan sebagai penegasan hak dasar setiap warga negara: hak untuk belajar, tumbuh, dan bermimpi. Namun, di Kota Serang, perayaan ini terasa getir. Di balik deretan angka dan bangunan sekolah yang tercatat rapi di laporan, masih ada ratusan anak yang menyandarkan masa depan pada relawan dan bukan pada negara.

Setiap sore, di salah satu sudut kota, sekelompok anak duduk bersila di atas trotoar. Buku-buku bacaan dan alat tulis seadanya terhampar di depan mereka. Bukan di ruang kelas berdinding papan tulis, melainkan di jalanan berdebu. Sekolah Pinggir Jalan, begitu mereka menamainya. Sebuah ruang darurat yang dibentuk komunitas relawan demi menjawab kebutuhan paling mendasar yang gagal dipenuhi negara yakni pendidikan.

Data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang mencatat lonjakan angka putus sekolah dari 122 anak pada 2023 menjadi 1.752 anak di 2024. Bukan sekadar statistik, tapi alarm kegagalan sistemik. Kota Serang memang punya lebih dari 900 sekolah. Tapi kenyataannya, bahwa Sekolah Pinggir Jalan tumbuh dan diminati, menunjukkan bahwa krisisnya bukan pada jumlah sekolah, melainkan pada akses dan keadilan.

Anak-anak itu tidak menolak sekolah formal. Mereka ditolak oleh sistem. Pendidikan yang dijanjikan inklusif, justru jadi milik segelintir yang mampu secara geografis, sosial, dan ekonomi. Sisanya terlempar oleh kemiskinan struktural dan sistem pendidikan yang tak pernah benar-benar menyapa mereka.

Pemerintah daerah seharusnya merasa malu, ketika relawan harus mengambil alih peran yang semestinya menjadi tanggung jawab negara. Anak-anak yang belajar di bawah pohon atau alas seadanya bukanlah kisah inspiratif. Melainkan itu adalah sedikit potret kelalaian. Ketika negara abai, solidaritas sipil memang mengisi kekosongan, tapi itu bukan justifikasi untuk melepas tanggung jawab.

Pendidikan bukan slogan tahunan. Ia adalah janji konstitusi. Maka ketika anak-anak harus menggantungkan harapan pada kegiatan sukarela, itu karena negara gagal menjamin hak mereka. Bukan hanya ironi, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap amanat Undang-Undang Dasar.

Pemerintah Kota Serang tidak cukup hanya mencatat jumlah sekolah yang dibangun. Jauh lebih esensial daripada itu ialah, berapa anak yang diselamatkan dari putus sekolah? Berapa yang merasa aman dan nyaman di ruang belajar? Serta, berapa yang tak lagi bergantung pada relawan untuk belajar mengenal huruf dan angka?

Hari Pendidikan Nasional seharusnya menjadi pengingat, bahwa di pinggir jalan Kota Serang, ada anak-anak yang diam-diam bertanya “kemana negara?”.

Penulis : Naila
Editor: Lydia

Suryani Menjadi Satu-Satunya Perempuan Pendaftar Bakal Calon Rektor UIN SMH Banten

0

Serang, lpmsigma.com – Dari sembilan nama pendaftar calon Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten, terdapat hanya satu calon perempuan. Hal ini disampaikan oleh Ketua Panitia Pelaksana Pemilihan Rektor yakni Masykur, pada Kamis (01/05).

Ia menyampaikan bahwa hanya satu perempuan dan mengapresiasi atas keberanian calon perempuan yang mencalonkan diri sebagai Rektor, mengingat belum pernah ada perempuan yang maju dalam bursa pemilihan Rektor sebelumnya.

“Saya sangat senang dan mengapresiasi kepada bakal calon Rektor perempuan karena selama ini belum pernah ada perempuan yang mencalonkan,” ucapnya.

Ia juga menuturkan bahwa pihak panitia secara aktif memberikan motivasi kepada para guru besar perempuan untuk turut serta mencalonkan diri.

“Saya sebagai panitia telah memberi motivasi kepada Guru Besar perempuan dan alhamdulillah ada satu yang mencalonkan,” imbuhnya.

Suryani, selaku bakal calon Rektor UIN Banten menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasinya terhadap panitia pemilihan.

“Saya mengapresiasi tim panitia pelaksana seleksi pemilihan bakal calon Rektor UIN SMH Banten yang telah membuka akses bagi saya untuk berpartisipasi dalam tahapan seleksi,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa keterlibatannya dalam pemilihan rektor kali ini merupakan bagian dari semangat untuk mewujudkan pemikiran tokoh emansipasi, R.A. Kartini.

“Saya semangat mewujudkan ide dan pemikiran Kartini. Perempuan memiliki hak untuk mengaktualisasikan potensi dirinya dalam konteks responsif gender dan menjadikan ajang ini sebagai silaturahmi akademik agar lebih dikenal luas oleh seluruh civitas akademika UIN SMH Banten,” tutupnya.

Reporter: Nabila Alsabila

Penjaringan Calon Rektor Ditutup, Berikut Nama-Nama Pendaftar

0

Serang, lpmsigma.com – Pendaftaran bakal calon rektor hari ini resmi di tutup pukul 16.00 WIB, Rabu (30/4). Hal itu diungkapkan oleh Masykur selaku ketua panitia pelaksana pemilihan rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten.

Ia juga mengatakan pada penjaringan kali ini, ada sembilan guru besar yang mencalonkan pada konsestasi pemilihan rektor kali ini. Nama-nama bakal calon antara lain:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Ishom, M.A
2. Prof. Yanwar Pribadi, Ph.D
3. Prof. Dr. H. Naf’an Tarihoran, M.Hum
4. Prof. H. Wasehudin, M.SI
5. Prof. Dr. H.E. Syarifudin, M.Pd
6. Prof. H. Mufti Ali, Ph.D
7. Prof. Dr. H. Hidayatullah, M.Pd
8. Prof. Dr. Suryani, M.Si
9. Prof. Dr. Budi Sudrajat, M.A

Masykur, selaku ketua pelaksana menyampaikan bahwa pendaftaran dan penyerahan berkas terakhir hari ini pada tanggal 30 April pukul 16.00 WIB.

“Terakhir penerimaan berkas pencalonan hari ini pukul empat sore, menyesuaikan dengan jam kerja” ucapnya.

Ia juga menambahkan, bahwa pendaftaran bakal calon rektor kali ini mengalami penambahan, yaitu ada sembilan guru besar yang mendaftar di bandingkan tahun-tahun sebelum nya hanya tiga.

“Pada pendaftaran kali ini mengalami peningkatan, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” tambahnya.

Reporter: Enjat

Sukatani Mengguncang Lagi Lewat “Tumbal Proyek”: Dentuman Marah dari Tanah Purbalingga

0

Di negeri yang rakus membangun jalan tol, gedung bertingkat, dan tambang batu bara, nyawa manusia sering kali tidak lebih berharga dari selembar surat kontrak.

Pernyataan itu bukan sekadar retorika itulah realitas yang ditelanjangi habis-habisan oleh Sukatani dalam lagu terbaru mereka, “Tumbal Proyek.”

Duo asal Purbalingga ini seolah memukul gong keras di tengah pesta peresmian proyek nasional. Mereka tidak peduli berapa banyak pejabat yang tersinggung, berapa banyak investor yang tutup telinga. Lewat “Tumbal Proyek,” Sukatani menyerang jantung munafik pembangunan, pengorbanan manusia yang dianggap normal, bahkan halal, demi mengejar angka pertumbuhan ekonomi.

“Tumbal Proyek” memotret bagaimana kematian buruh proyek dari pekerja jalan tol, tambang batu bara, sampai proyek jembatan sering kali dianggap sebagai “resiko biasa.”
Ketika seseorang tertimbun tanah longsor atau jatuh dari ketinggian, berita itu hanya muncul sekilas di media, sebelum akhirnya dilupakan. Tidak ada investigasi serius. Tidak ada pertanggungjawaban sistematis. Dan lebih buruk lagi, tidak ada perasaan bersalah.

Dalam liriknya yang pendek tapi brutal, Sukatani membongkar nalar sesat itu. Mereka menyebut korban proyek pembangunan sebagai “tumbal” istilah yang mengerikan, tapi sangat akurat.
Seolah-olah, untuk membangun satu kilometer jalan, negara butuh mengorbankan satu dua nyawa. Dan semua orang, dari pejabat sampai rakyat biasa, seolah diajarkan untuk menerima itu sebagai “hal wajar” dari kemajuan.

Sukatani tidak menawarkan narasi heroik atau romantisasi perjuangan. Yang mereka suguhkan adalah potret telanjang tentang betapa murahnya nyawa manusia di negeri ini.

Secara musikal, “Tumbal Proyek” adalah ledakan marah yang tidak berusaha terdengar ramah.
Dentuman drum terasa seperti detak jantung orang-orang yang menunggu giliran dikorbankan. Gitar bergerak seperti sirine ambulans yang tak pernah cukup cepat. Bass menghantam keras, menciptakan rasa panik yang konstan dari awal hingga akhir.

Sukatani dengan cerdas menjaga struktur musik mereka tetap minimalis dan mentah, tanpa pretensi teknikalitas berlebihan. Mereka lebih memilih membangun atmosfer sesak, penuh rasa frustasi.

Ini bukan musik untuk pesta. Ini musik untuk demonstrasi jalanan. Ini musik untuk mengiringi berita tentang crane ambruk yang hanya dikomentari dengan satu kata basi “mohon maaf.”

Dalam produksi lagu ini, Sukatani tetap mempertahankan kemandirian penuh. Mereka menulis, mengaransemen, merekam, dan memproduksi sendiri materi mereka, hanya dibantu Cipoy untuk urusan mixing dan mastering.
Hasilnya adalah suara yang kasar, jujur, dan yang paling penting tidak terdengar seperti kompromi.

Tidak hanya lewat audio, Sukatani juga memperkuat kritik mereka lewat visual.
Mereka menggandeng Gindring Waste, ilustrator jalanan dari Magelang, untuk menggarap artwork “Tumbal Proyek.”

Ilustrasi Gindring penuh dengan sosok-sosok manusia yang diperlakukan seperti sampah konstruksi tubuh-tubuh patah di antara tiang-tiang beton, wajah-wajah yang dikubur hidup-hidup di bawah fondasi jalan tol.
Bukan sekadar gambar serem, visual ini adalah peringatan keras, setiap proyek megah yang kita banggakan, mungkin saja berdiri di atas tulang belulang orang-orang yang tak sempat kita kenal.

“Tumbal Proyek” berani karena satu hal, ia menunjuk langsung pada kemunafikan kolektif kita.
Bukan hanya pejabat yang disindir, tapi juga kita semua masyarakat yang dengan gampangnya memuja pembangunan tanpa pernah bertanya siapa yang dibayar paling mahal.

Lagu ini tidak menawarkan solusi. Sukatani tidak mencoba jadi nabi atau penyelamat. Mereka hanya membuka luka itu lebar-lebar dan memaksa kita untuk melihat.
Apakah kita akan menutup mata dan kembali merayakan proyek baru minggu depan? Atau kita akhirnya mau bertanya, berapa banyak orang lagi yang harus mati demi foto seremoni gunting pita?

Itu keputusan kita, tapi lewat “Tumbal Proyek”, Sukatani sudah melakukan bagian mereka berteriak, ketika semua orang lain memilih diam.

Di era ketika musik banyak digunakan untuk eskapisme manis, “Tumbal Proyek” justru jadi alarm brutal.
Ia membuktikan bahwa musik tetap bisa menjadi alat politik, alat kritik, alat perlawanan.

Sukatani tidak menawarkan kenyamanan. Mereka menawarkan kemarahan, kejujuran, dan rasa tidak puas yang sangat perlu dihidupkan kembali dalam masyarakat yang mulai kebal terhadap kekejaman.

Karena pada akhirnya, pertanyaan yang dilontarkan “Tumbal Proyek” bukan cuma soal proyek jalan tol atau tambang batu bara.
Pertanyaan itu lebih dalam, seberapa murah harga hidup manusia di negeri ini?

Dan ketika lagu itu selesai, mungkin kita semua harus mulai merasa malu, bukan bangga.

Penulis: Najib