Beranda blog Halaman 20

Terebang Gede sebagai Simbol Budaya dan Dakwah di Kabupaten Serang

0

Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kabupaten Serang ke-498 tahun, tentu tak kalah penting untuk menyoroti Terebang Gede. Seni tradisional yang telah menjadi media dakwah Islam dan tak luput menjadi sebuah entitas budaya masyarakat kabupaten Serang. Terebang Gede merupakan seni musik yang menggunakan alat musik gendang besar bernama “Terebang”.

Kesenian ini muncul pada abad ke-16, ketika penyebaran Islam di Pulau Jawa khususnya di wilayah Banten yang dilakukan melalui pendekatan budaya sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini.

Asal usul Terebang Gede berkaitan erat dengan masa Kesultanan Banten, yang didirikan oleh Sultan Maulana Hasanuddin. Kesenian ini digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan nilai-nilai Islam di kalangan masyarakat. Dalam pertunjukannya, alat musik ini diiringi oleh syair-syair bernuansa Islami, seperti shalawat dan dzikir.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh M. Ali dan M. T. Alim Penelitian “Peran Seni Dalam Penyebaran Dakwah Islam di Banten” dalam Jurnal Penelitian Budaya, Terebang Gede berfungsi untuk mendidik masyarakat mengenai nilai-nilai Islam dan memperkuat persatuan di antara warga.

Alat musik yang digunakan dalam Terebang Gede terbuat dari bahan kayu dan kulit hewan, dengan gendang besar yang menghasilkan suara khas. Proses pembuatannya melibatkan teknik tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi. Kualitas suara yang dihasilkan menjadi faktor penting dalam penampilan kesenian ini sering dipertunjukkan dalam acara-acara keagamaan dan festival budaya di Banten.

Sebagaimana dijelaskan oleh Dr. K. S. Raharjo dalam bukunya “Kesenian Tradisional Banten” pemerintah daerah telah berupaya mendukung pelestarian Terebang Gede sebagai warisan budaya tak benda.

Seiring dengan perkembangan zaman, Terebang Gede terus beradaptasi dan tetap lestari di Kabupaten Serang. Generasi muda menunjukkan minat untuk mempelajari dan melestarikannya, dengan menciptakan koneksi antara masa lalu dan masa kini.

Dr. A. W. Hidayat dalam Banten: Sebuah Kajian Budaya dan Sejarah menyatakan bahwa Terebang Gede berfungsi sebagai penghubung antara dua zaman, menjaga warisan budaya sambil tetap relevan dengan perkembangan zaman.

Pemerintah Kabupaten Serang juga aktif melakukan upaya pelestarian seni ini. Contohnya, dengan mengadakan festival budaya yang menampilkan Terebang Gede sebagai atraksi utama. Festival ini tidak hanya menjadi ajang pertunjukan, tetapi juga sebagai wadah edukasi untuk masyarakat dan generasi muda tentang pentingnya kesenian ini. Selain itu, pemerintah bekerja sama dengan berbagai komunitas seni untuk mengadakan pelatihan dan workshop, seperti yang diadakan pada tanggal 27 September 2024 lalu, di Desa Waringinkurung.

Melalui kegiatan ini, diharapkan seni Terebang Gede juga tidak hanya tetap hidup, tetapi juga berkembang dalam konteks sosial yang lebih luas. Dengan demikian, Terebang Gede dapat terus menjadi simbol identitas budaya dan sarana penyebaran nilai-nilai Islam yang penting bagi masyarakat di Kabupaten Serang. Oleh karena itu, dalam memperingati seni ini kita tidak hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga memperkuat jalinan spiritual dan sosial dalam masyarakat.

Penulis: Naila
Editor: Dhuyuf

Demonstrasi Ampera di KP3B, Soroti Persoalan APBD Provinsi dan Ketidakadilan Sosial 

0

Serang, lpmsigma.com – Aliansi Mahasiswa dan Pemuda untuk Rakyat (Ampera) menggelar aksi demonstrasi di depan Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), dengan tuntutan keadilan dan perubahan signifikan terkait pengelolaan anggaran dan kondisi sosial masyarakat, pada Jum’at (4/10).

Syahrizal, Humas aksi ini, menjelaskan bahwa demonstrasi ini lahir dari rasa frustrasi terhadap situasi politik dan sosial yang dialami oleh Provinsi Banten selama 24 tahun sejak terbentuknya provinsi tersebut.

“Kawan-kawan ingat perjuangan di tahun 2000, provinsi ini jauh dari cita-citanya. APBD tahun ini sebesar 604 miliar, tetapi itu bukan dari hasil peningkatan sumber daya alam yang dikelola untuk masyarakat,” ujar Syahrizal.

Syahrizal juga menyebut bahwa partisipasi pendidikan di Banten masih rendah, dengan angka 59% yang menunjukkan adanya jurang yang signifikan dalam sistem pendidikan provinsi tersebut.

“Sebagian besar anggaran berasal dari penjualan tanah oleh elit korporasi, sehingga masyarakat kesulitan mendapatkan hak-haknya seperti pendidikan dan kesejahteraan, ironis mengingat Banten dikenal sebagai daerah agraris, tetapi mengalami kemerosotan yang parah,” tambahnya.

Di tempat yang sama, Guntur, Ketua demonstrasi Ampera, menyoroti adanya kegagalan pemerintah provinsi dalam menangani isu-isu mendasar seperti kemiskinan, pengangguran, dan infrastruktur yang memadai.

“Reformasi birokrasi yang dijanjikan Wahidin Halim hingga kini belum terlaksana. Ada indikasi program-program fiktif yang dilakukan, sementara pembangunan yang dijanjikan hanya menghasilkan lebih banyak kerusakan lingkungan,” tegas Guntur.

Guntur juga menekankan, bahwa kerusakan lingkungan di pesisir pantai Banten terus berlangsung akibat praktik-praktik oligarki dan investasi swasta yang tidak terkendali. Selain itu, sektor pendidikan yang menjadi salah satu fokus Ampera dianggap belum mampu menciptakan kesadaran kritis dan ruang-ruang pekerjaan yang inovatif bagi masyarakat Banten.

“Ampera menuntut agar pemerintah lebih bertanggung jawab dalam mengelola anggaran dan memperbaiki berbagai persoalan mendasar yang dihadapi Provinsi Banten. Masyarakat Banten marah, 24 tahun bukan waktu yang sebentar, tetapi kemiskinan, pengangguran, dan ketidakadilan masih merajalela,” tutupnya.

Reporter: Lydia
Editor: Nazna

HUT Banten ke-24 Tahun: Kilas Balik Perjuangan Banten Menjadi Provinsi  

0

Kilas balik perjalanan sejarah perjuangan masyarakat Banten untuk mendirikan Provinsi, memiliki perjuangan yang panjang dan berliku-liku. Beragam tantangan dari segala penentangan terus dilewati, hingga pada hari ini, tepatnya pada tanggal 4 Oktober 2024 menjadi deklarasi hari lahirnya Provinsi Banten yang ke-24 tahun.

Menurut Yoyo Mulyana dalam bukunya yang berjudul “Meretas Kemandirian Perjuangan Panjang Rakyat Banten Menuju Provinsi”. Sejarah perjuangan ini dimulai pada tahun 1950-an. Pada saat itu, sistem pemerintahan dikelola berdasarkan sistem parlementer dengan kabinet dan menteri-menteri yang bertanggung jawab pada parlemen. Tahun ini menjadi tahun yang sering dirujuk sebagai masa krisis, lesu, impasse, dan kegelapan.

Kancah perpolitikan tak teratur, hukum dan aturan progresif sulit berjalan dengan sempurna serta perekonomian rakyat yang terus menerus tidak mengalami perubahan. Tahun ini pula awal ditetapkan nya keresidenan Banten menjadi bagian dari Jawa Barat dan Jawa Barat ditetapkan sebagai provinsi.

Hingga, sampailah tiga tahun kemudian pada tahun 1953 masyarakat Banten merasa tertinggal dalam bidang pendidikan, keagamaan, ekonomi dan sosial politik. Maka, untuk pertama kalinya muncul keinginan masyarakat Banten untuk meningkatkan status wilayah dari keresidenan menjadi provinsi sendiri dan memisahkan diri dari Jawa Barat. Keinginan ini muncul berkaitan dengan diberikannya status Daerah Istimewa Yogyakarta (DI Yogyakarta) dan munculnya tuntutan yang sama dari Aceh.

Masyarakat Banten merasa bahwa Banten juga memiliki banyak keistimewaan serta mampu melawan atas tuntutan para penjajah. Bahkan dalam buku “Catatan Masa Lalu Banten” yang ditulis oleh Halwany Michrob dan A. Mujahid Chudary menjelaskan, pada tahun 1949 saat di blokade Belanda pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Banten mampu berdiri sendiri sampai mengeluarkan mata uang tersendiri.

Menyikapi hal tersebut para tokoh masyarakat dan pemuda Banten kala itu mulai membuat strategi. Berbagai pengajuan mendapatkan penolakan sepanjang masa orde baru yang dipimpin oleh pemerintahan Soeharto kala itu, yang mana sistem pemerintahannyapun bersifat otoriter.

Hingga, pada era pasca reformasi saat kepemimpinan Abdurrahman Wahid (GusDur), saat itu sistem demokrasi mulai terbuka dan kebebasan dalam mengemukakan pendapat. Momentum ini tidak disia-siakan oleh masyarakat Banten untuk meneruskan perjuangan yang semula terhenti pada masa Habibie karena pesta demokrasi dan krisis moneter melanda Indonesia.

Masyarakat Banten mulai menyusun kembali perjuangan dengan kekuatan terorganisir, terstruktur dan matang. Sehingga dibentuklah gerakan perubahan di antaranya, GPRI (Gerakan Pemuda Reformasi Indonesia), FPB (Front Pemuda Banten), Fosglang (Forum Silaturahini Warga Pandeglang) Formatang (Forum Silaturahmi Masyarakat Tangerang) SKPPB (Sub-Komite Pembentukan Provinsi Banten), KPPB (Komite Pembentukan Provinsi Banten) dan Pokja-PPB (Kelompok Kerja Pembentukan Provinsi Banten).

Tak hanya sampai disitu, berbagai daerah juga turut serta membentuk forum dan berbagai kelompok untuk mengaktulisasikan perannya dalam pembentukan Provinsi Banten, para pemuda dan mahasiswa di daerah Banten maupun mahasiswa Banten yang sedang menimba ilmu di luar Banten masuk ke dalam sebuah forum perjuangan seperti Keluarga Mahasiswa Lebak (Kumala), Keluarga Mahasiswa Tirtayasa (Kamayasa), Keluarga Mahasiswa Pandegelang (Kumandang), Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) dan Ikatan Keluarga Mahasiswa Banten (IKMB). Organisasi-organisasi tersebut masuk kedalam sebuah forum yang bernama Forum Mahasiswa Banten (Forban)

Seiring bergulirnya reformasi berimplikasi terhadap perubahan sistem perpolitikan Indonesia, salah satunya desentralisasi kekuasaan. Hingga sampailah pada puncak kejayaan fenomenal pada tanggal 4 Oktober 2000 saat puluhan ribu masyarakat Banten datang ke Gedung DPR RI untuk pengesahan RUU Provinsi Banten sebagai Provinsi yang mandiri.

Akhirnya, masyarakat Banten pun sepakat tanggal 4 Oktober 2000 dideklarasikan sebagai Hari Jadi Provinsi Banten yang saat itu dipimpin oleh Bapak H. D. Munandar sebagai Gubernur dan Ibu H. Ratu Atut Chosiyah, SE sebagai wakil Gubernur. Terbentuknya Provinsi Banten bagaikan napak tilas kejayaan Banten di masa lampau.

Adapun tokoh-tokoh yang terlibat dalam perjuangan menjadikan Banten sebagai Provinsi, diantaranya: Uwes Qorni, pembentuk KPPB. Hasan Alaydrus, tokoh masyarakat berpengaruh di Lebak. TB. Tryana Sam’un, pengusaha yang berpengaruh di Banten. Tihami & Aly Yahya, pemikir, penggerak, serta konseptor dengan merancang usulan pembentukan provinsi Banten. Irsyad Djuwaeli, politisi dan pendiri Pokja PBB. Perjuangan ini pun tak lepas dari peran para kyai, santri dan masyarakat Banten kala itu.

Oleh karena itu, pada usia Banten yang ke-24 tahun ini mari kita sebagai masyarakat Banten terus berjuang dan berusaha memajukan kesejahteraan provinsi Banten untuk menghargai perjuangan para jawara (sebutan pahlawan bagi masyarakat Banten) kala itu. Provinsi Banten lahir dengan penuh perjuangan, untuk itu kita para generasi selanjutnya patut untuk mengetahui dan mengenang perjuangan-perjuangan masyarakat Banten terdahulu.

Penulis: Tiara
Editor: Nazna

Boy Candra Bagikan Tips Menulis bagi Generasi Muda di Perpusda Banten 

0

Serang, lpmsigma.com – Perpustakaan Daerah (Perpusda) Provinsi Banten mengadakan kegiatan Library: Level Up Your Life guna memperingati HUT Banten ke-24, yang berlangsung dari tanggal 30 September hingga 5 Oktober 2024. Acara ini dihadiri oleh beberapa penulis buku terbaik, salah satunya Boy Candra, Senin (30/09).

Nisa, selaku penanggung jawab kegiatan mengatakan, makna Library: Level Up Your Life digunakan sebagai nama kegiatan dikarenakan perpustakaan dapat meningkatkan level kehidupan.

“Diartikan nama acara ini yaitu perpustakaan dapat meningkatkan kehidupan kamu, kita ingin mereka datang ke perpustakaan dapat membuat kehidupan mereka lebih baik dan berkualitas,” ucapnya.

Boy Candra, penulis ternama Indonesia, yang turut hadir sebagai narasumber Talk show, menuturkan bahwa anak muda harus banyak baca untuk berkarya.

“Sebagai anak muda harus banyak membaca sebelum berkarya, dan harus banyak riset terutama dalam literasi. Membaca buku juga dapat menambah kosa-kata didalam otak kalian,” tuturnya.

Boy Candra, juga mengatakan untuk menjaga mood ketika menulis yakni harus fokus seperti tidak mengobrol minimal dalam waktu 2 jam dan menggunakan metode belajar dari diri masing-masing.

“Ketika menulis, kalian harus fokus menulis dalam artian tidak ngobrol minimal 2 jam. Menjaga mood kalian ketika menulis, harus bisa menulis dengan cara metode belajar kalian sendiri, mungkin bisa menulis sambil denger musik, atau sambil minum kopi,” tambahnya.

Di tempat yang sama, Caca, salah satu pengunjung, mengungkapkan bahwa Ia tertarik untuk mengikuti acara ini karena banyak penulis terkenal datang untuk bedah buku yang sebelumnya tidak pernah Ia temui.

“Saya sangat tertarik dengan acara ini karena kegiatannya seru, dan juga banyak penulis terkenal yang datang yang sebelumnya tidak pernah bertemu, terutama Boy Candra,” ungkap Caca.

Menurut Caca, acara ini sangat memotivasi bagi mereka yang belum melek soal literasi karena di Indonesia sendiri krisis literasi.

“Karena saat ini di Indonesia krisis literasi, acara ini sangat memotivasi bagi mereka yang belum melek soal literasi. Acara ini juga memotivasi bagi kita yang suka menulis, kita bisa tahu bagaimana cara menulis dengan baik, dan juga dapat self Improvement untuk anak muda,” tutupnya.

Penulis: Mg_Mela
Editor: Nazna

Peristiwa G30S PKI 1965: Pembantaian Tragis Tokoh Perwira Tinggi Indonesia 

0

Pada tahun 1965, telah terjadi peristiwa gerakan 30 September yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia atau sering disebut G30S PKI yang merupakan salah satu sejarah kelam di Indonesia. Pada peristiwa ini, terjadinya pembunuhan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), terhadap perwira tinggi militer Indonesia yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan mengubah Indonesia agar menjadi negara komunis.

Dikutip dari Jurnal “Kontroversi Keterlibatan Soeharto Dalam Penumpasan G30S/PKI 1965” yang ditulis oleh Andrianto, menjelaskan bahwa Gerakan G30S PKI dimulai pada kamis malam, tanggal 30 September – 1 Oktober 1965 pukul 03.00, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung dan menunjuk Lettu Dul Arief untuk menjadi ketua pelaksana penculikan.

Diantara para perwira tinggi Republik Indonesia, yang berhasil pasukan G30S PKI culik dan bunuh ialah: Jendral Ahmad Yani, Jendral Soeprapto, Jendral S.Parman, Jendral M.T. Haryono, Jendral D.I Panjaitan, Jendral Sutoyo Siswomiharjo yang langsung dimasukan ke sumur tua.

Pasukan ini juga berusaha untuk menculik Jendral A.H. Nasution. Akan tetapi, usaha mereka gagal dikenakan Jendral A.H. Nasution berhasil lolos dari kepungan. Namun, putri Jendral A.H. Nasution bernama Ade Irma Suryani Nasution dan Letnan Piere Tendean selaku ajudan Jendral turut menjadi korban.

Akibat dari peristiwa itu banyak petinggi Angkatan Darat(AD) yang tidak diketahui keberadaannya. Setelah menerima laporan akan hal itu Soeharto memberi kesimpulan bahwasanya para perwira tinggi itu telah diculik dan dibunuh, lalu Soeharto langsung mengambil alih pimpinan AD dan menindaklanjuti hal itu.

Pada tanggal 1 Oktober 1965, Soeharto menyuruh Kolonel Sarwo Edhi Wibowo untuk merebut kembali gedung RRI dan Pusat Telekomunikasi. Setelah itu mengumumkan bahwa telah terjadi perebutan kekuasaan oleh pasukan G30S PKI.

Setelah dilakukannya operasi pada tanggal 2 Oktober 1965, dengan petunjuk Polisi Sukitman yang berhasil lolos dari penculikan, akhirnya berhasil menemukan lokasi jenazah para perwira di sumur tua yang disebut Lubang Buaya.

Kemudian, pada tanggal 4 Oktober 1965, dilakukannya pengangkatan jenazah tersebut dan keesokan harinya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Para perwira yang gugur akibat pemberontakan ini pun diberi penghargaan dengan sebutan Pahlawan Revolusi.

Penulis: Dhuyuf
Editor: Salma

UKM KSR PMI UIN Banten Lakukan Peduli Aksi di Desa Cisitu

0

Serang, lpmsigma.com – Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR PMI) Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, melaksanakan kegiatan Pendidikan Kemasyarakatan Kader Relawan (PKKR) di Kampung Kalapa, Desa Cisitu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang. Kegiatan ini berlangsung selama sepuluh hari dari 13 hingga 22 September 2024.

Ketua Umum UKM KSR PMI UIN SMH Banten, Ahmad Sudrajat, menyatakan bahwa PKKR ini merupakan wadah pembelajaran bagi anggota muda untuk mengaplikasikan ilmu dan keterampilan dalam membantu masyarakat.

“Tujuan kegiatan ini adalah sebagai wujud Tri Dharma Perguruan Tinggi dan sebagai sarana pembelajaran pengabdian kepada masyarakat, khususnya di Kampung Kalapa, Desa Cisitu,” ujarnya, pada Sabtu (21/09).

Ahmad juga menambahkan, bahwa peran UKM KSR PMI UIN SMH Banten dalam kegiatan ini bukan hanya sebagai relawan, tetapi juga sebagai peneliti yang mencari akar permasalahan yang dihadapi masyarakat.

“Kami membantu masyarakat menanggulangi permasalahan mereka dengan sosialisasi, penyuluhan, dan edukasi. Program yang akan dilaksanakan mencakup sosialisasi tentang bullying dan kekerasan seksual di SDN Cisitu, serta penyuluhan mengenai stunting,” tambahnya.

Di tempat yang sama, Arsa, Ketua RT Kampung Kalapa, mengungkapkan bahwa masyarakat setempat sangat antusias dan ramah dalam menyambut kedatangan para peserta PKKR.

“Respon masyarakat Kampung Kalapa sangat baik dan ramah. Mereka menerima mahasiswa dengan senang hati untuk tinggal selama kegiatan berlangsung,” ungkap Arsa.

Menurut Arsa, dukungan dari pemerintah desa, RT, RW, Posyandu, serta guru-guru sekolah dasar dan madrasah juga sangat positif. Arsa berharap kegiatan ini dapat memberikan pembelajaran dan manfaat bagi masyarakat.

“Dukungan dari semua pihak begitu positif, dan kami berharap kehadiran mahasiswa UKM KSR PMI ini bisa memberikan ilmu dan manfaat bagi masyarakat, serta menjadi pengalaman berharga bagi mereka di masa depan,” tutupnya.

Reporter : Lydia
Editor : Nazna

FORMASI UIN Banten Adakan Latihan Rutin untuk Semua Mahasiswa

0

Serang, lpmsigma.com – Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Federasi Olahraga Mahasiswa (FORMASI), mengadakan latihan olahraga rutin secara terbuka bagi seluruh mahasiswa UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Kamis (19/09).

Didi Kurniawan, selaku Ketua Umum FORMASI, mengatakan latihan ini tidak hanya diperuntukkan bagi anggota FORMASI, tetapi juga terbuka bagi seluruh mahasiswa yang ingin berpartisipasi. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan minat mahasiswa di bidang olahraga.

“Sampai saat ini, kami telah menjalankan kegiatan rutin sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Beberapa anggota memiliki antusiasme tinggi dan ada juga yang kurang memiliki antusiasme saat mengikuti latihan rutin,” ucapnya.

Didi, mengatakan masih ada kekurangan fasilitas, khususnya untuk lapangan voli. Selebihnya beberapa fasilitas olahraga lainnya sudah tersedia.

“Untuk fasilitas di kampus, hanya ada satu masalah, yaitu terkait lapangan voli. Lapangan tersebut bukan milik universitas, melainkan dibangun oleh DEMA Sains pada tahun 2022 untuk keperluan turnamen voli,” katanya.

Ia menjelaskan, bahwa mereka telah beberapa kali mendatangi rektorat untuk membahas pembuatan lapangan voli.

“Beberapa kali mendatangi rektorat, baik bagian anggaran maupun bagian umum, untuk membahas pembuatan lapangan voli. Rektorat sebenarnya sudah memiliki denah lapangan tersebut, namun pembangunannya masih menunggu anggaran agar lapangan voli tersebut bisa dibangun,” jelasnya.

Berikut, jadwal rutin dan juga cabang olahraga yang ada di FORMASI:

– Bola Voli: Senin & Kamis, 15:30 – selesai (Lapangan Voli Kampus 2)

– Bola Basket: Senin & Selasa, 15:00 – selesai (Lapangan Basket Kampus 2)

– Catur: Selasa & Rabu, 13:30 – selesai (Kampus 2)

– Bulu Tangkis: Rabu & Jumat, 13:30 – selesai (Aula Pusgiwa Lt. 2)

– Sepak Bola & Futsal: Selasa & Kamis (sepak bola) dan Senin & Rabu (futsal), 15:30 – selesai (Kampus 2)

– Tenis Meja: Rabu & Jumat, 13:30 – selesai (Aula Pusgiwa Lt. 2)

Penulis: Mg_Najwaul
Editor: Nazna

FADA Kembali Terapkan Metode Lama, Pisahkan Antara KUKERTA dengan PPL

0

Serang, lpmsigma.com – Fakultas Dakwah (FADA) Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten kembali menerapkan metode lama, yaitu memisahkan antara Kuliah Kerja Nyata (KUKERTA) dengan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Acara pelepasan PPL yang berlangsung di kampus dua UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, dengan dihadiri oleh Wakil Rektor I, Dekan Fakultas Dakwah, Ketua Jurusan dan Dosen Pembimbing Lapangan, Rabu (18/09).

Pada acara ini dibuka langsung oleh Mufti Ali, selaku Wakil Rektor I, Ia Menyampaikan agar selama 40 hari mahasiswa dapat berusaha keras di lokasi guna mempraktekkan ilmunya dan menyerap pengetahuan empiris di lapangan untuk diterapkan di masa yang akan datang.

“Tidak cukup bekal teori di kelas, mahasiswa juga harus bijak dan low profile atau bersikap sederhana dan rendah hati untuk menyerap ilmu pengetahuan di lapangan. Tentu saja ada keharusan untuk bersikap memiliki attitude,” ucapnya.

Ia juga berpesan, jangan sampai kedatangan mahasiswa ke lapangan ini membuat tatanan harmoni kehidupan sosial menjadi destruktif. Mahasiswa juga diharapkan menjaga relasi, hubungan sosial yang baik dan bersikap sesuai kearifan lokal.

“Tidak ada pengalaman lapangan yang tidak berharga yang tidak menjadi bekal bagus untuk masa depan. Berbahagialah dengan pengalaman yang akan dialami dan jangan sampai terlewati kegiatan PPL ini untuk hal yang tidak produktif. Semoga bermanfaat bagi masyarakat, lembaga dan peradaban,” tutupnya.

Siti Annisa, selaku mahasiswa jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, merasa kebingungan terkait PPL pada tahun ini. Ia mengatakan penempatan PPL terbilang cukup jauh.

“Saya sedikit merasa bingung ini itu PPL atau Kukerta sesi kedua, karena untuk penempatannya sendiri cukup lumayan jauh, kepikiran juga untuk masalah biaya. Tapi balik lagi, PPL ini juga kan sebagian tugas dari kuliah dan untuk menjadi bahan pelajaran bagi mahasiswa,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Bahrul Ulum selaku mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, berharap kepada Dosen Pembimbing Lapangan agar bisa terjun langsung kelapangan, karena ia merasa bahwasanya mahasiswa itu belum terlalu mengetahui mengenai dunia kerja, Ia mengkhawatirkan ketika tidak ada arahan dari Dosen Pembimbing Lapangan maka situasinya akan menjadi tidak kondusif.

“Harapan saya, untuk Dosen Pembimbing Lapangan bisa lebih terjun ke anak-anak yang PPL, karena kita mahasiswa yang kebanyakan belum tahu lingkungan kerja. Kedua, yang ditakutkan kekondusifan kita ketika kita di lapangan menjadi acak-acakan,” ucapnya.

Reporter: Mg_Paiz
Editor: Dhuyuf

Paparan Pornografi di Era Digital, Begini Upaya Pencegahannya

0

Pornografi umumnya sebagai suatu perbuatan yang sangat menyimpang yang dapat memberikan dampak buruk, baik terhadap perkembangan psikologis maupun sosial. Di era digital ini, kita mudah sekali mendapatkan akses untuk mengunjungi situs yang berbahaya, salah satunya adalah situs yang menyediakan pornografi.

Dikutip dari jurnal karya Cindy Afriliani yang berjudul “Faktor Penyebab dan Dampak dari Kecanduan Pornografi di Kalangan Anak Remaja Terhadap Kehidupan Sosialnya”, dikatakan bahwa Kecanduan pornografi dapat berdampak negatif terhadap kehidupan sosial, seperti hilangnya kepercayaan diri, tertutup saat berinteraksi dengan lingkungan sosial, dan juga berisiko memiliki sikap toleran terhadap perilaku negatif sehingga anak akan beranggapan bahwa seks adalah sesuatu yang lumrah.

Dilansir dari CNN Indonesia, Pada tanggal 1 September 2024 terdapat kasus pemerkosaan dan pembuhan seorang siswi SMP berumur 13 tahun, di Palembang, Sumatra selatan. Pelakunya adalah 4 remaja dibawah umur, yang jasad korbannya ditinggalkan keempat pelaku di sebuah kuburan Cina. Berdasarkan pemeriksaan, keempat remaja ini mengaku melakukan pemerkosaan itu untuk menyalurkan hasrat mereka usai menonton video porno. Dalam kasus ekstrem ini, ketergantungan pada pornografi bisa berujung pada tindakan kejahatan seperti pemerkosaan atau bahkan pembunuhan.

Berikut beberapa cara untuk mencegah paparan pornografi melalui edukasi sedini mungkin yang dikutip dari jurnal karya Irma Rumtianing Uswatul Hanifah, berjudul “Kejahatan Pornografi : Upaya Pencegahan dan Penanggulangannya” diantaranya:

1. Menjaga komunikasi yang baik dengan Anak

Orang tua harus menciptakan lingkungan di mana anak akan merasa aman untuk berbicara tentang apa pun, termasuk pertanyaan mengenai seks. Ajarkan anak sedini mungkin untuk tidak mencari informasi dari sumber yang salah seperti internet atau lingkungan pertemanan.

2. Ajarkan Anak untuk menggunakan teknologi dengan bijak

Edukasi mengenai penggunaan teknologi secara bijak sangatlah penting. Anak-anak perlu diajarkan tentang bahaya internet dan pentingnya membatasi penggunaan media sosial yang dapat mengarah pada konten pornografi.

3. Ajarkan pendidikan moral dan agama yang kuat

Pendidikan agama yang kuat dapat membantu membentuk karakter anak yang baik sedari dini. Dengan demikian, anak akan lebih mampu dan bijak untuk menolak mengonsumsi konten negatif seperti pornografi.

4. Memperkuat peran pendidik dalam edukasi seksual

Sekolah juga memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan pendidikan seksual yang baik dalam kurikulum sekolah. Peran pendidik untuk menyampaikan dampak negatif pornografi, serta pentingnya menjaga diri adalah hal yang penting untuk disampaikan.

Pornografi bukan hanya masalah individu, melainkan masalah sosial yang dapat berpengaruh buruk untuk seluruh lapisan masyarakat. Dengan memahami dampak negatif dan memberikan informasi yang baik, kita dapat membantu generasi muda untuk menjauh dari hal yang membahayakan ini dan menjaga masa depan mereka dari pergaulan yang merusak.

Penulis : Mg_ Nazwa
Editor : Lydia

Problematika Penyesuaian UKT Tak Kunjung Usai, KBM UIN Banten Kembali Gelar Aksi

0

Serang, lpmsigma.com – Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten, kembali menggelar aksi terkait problematika penyesuaian Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang kini tak kunjung selesai, bertempat di depan gedung Rektorat pada Selasa (17/09).

Pada Aksi ini tergabung dari beberapa Organisasi Mahasiswa (Ormawa) UIN SMH Banten, mulai dari organisasi intra maupun organisasi ekstra kampus.

Alfi, salah satu Orator pada aksi tersebut, menuturkan adanya aksi ini bertujuan untuk mendesak rektor agar mengeluarkan Surat Keterangan (SK), terkait penyesuaian biaya pendidikan yang ada di kampus.

“Karena dari beberapa aksi di minggu-minggu pasca PBAK, kita sudah mencoba untuk mendesak Rektor agar menurunkan biaya pendidikan yang menjadi invasi kebutuhan pokok mahasiswa. Oleh karena itu, lagi-lagi kami menggaungkan aksi geruduk Gedung Rektorat, dengan tujuan mendesak rektor agar mengeluarkan SK,” ujarnya.

Ia juga mengharapkan, pada akhir periode Rektor UIN SMH Banten ini mengadakan evaluasi terkait UKT, serta mengharapkan kepada lembaga agar tak hanya menjanjikan sesuatu akan tetapi, tidak merealisasikan hal tersebut.

“Kita tidak mau Rektor hanya mendengarkan, tetapi harus mengadakan evaluasi secara besar-besaran dari lembaga skema pendidikan dan penyesuaian UKT, serta tidak ingin lembaga hanya menjanjikan sesuatu tapi tidak merealisasikannya,” tuturnya.

Di tempat yang sama, Rafly, selaku demonstran pada aksi ini mengatakan bahwa aksi hari ini bukanlah aksi terakhir, dikarenakan demonstran masih terus menunggu jawaban dari pihak kampus terkait Surat Keputusan (SK).

“Aksi kali ini mungkin bukan yang terakhir, karena kami masih terus menunggu jawaban dari pihak kampus. Jadi kalo semisalnya belum ada jawaban dari pihak kampus terkait ini, mungkin kita juga akan begini lagi,” ucapnya.

Reporter: Mg_Frida
Editor: Dhuyuf